Senin, 14 Juli 2014

PENGUASA ATAU PENGARUH

Sorong, 4 Juli 2014

"Leadership is influence. Nothing more, nothing less."
~ John C. Maxwell.

Apa yang membuat orang lain patuh sama aku?
Pertanyaan sederhana ini merupakan dasar dari prinsip-prinsip kepemimpinan (leadership). Banyak orang tidak menyadari mengapa orang lain mengikutinya atau sebaliknya, mengapa ia mengikuti orang lain. Para pemimpin, mulai dari pemimpin agama, adat, pejabat, pengusaha, cendekiawan sampai preman, semuanya memiliki pengikut. Pertanyaannya, mengapa para pengikut tersebut bersedia patuh terhadap para pemimpinnya?

Ada tiga motif, mengapa seseorang mau menjadi pengikut bagi orang lain.
  1. Untuk mendapatkan rasa aman. Rasa aman tersebut diperoleh seorang pengikut karena sang pemimpin dinilai bisa memberikan perlindungan atau sebaliknya, bila taat pada sang pemimpin,  maka sang pemimpin tersebut justru akan mengancam dirinya.
  2. Untuk mendapatkan imbalan atau reward. Seorang pengikut patuh terhadap pemimpinnya karena sang pemimpin bisa memberikan imbalan, yang dengan sok gaya sering orang menyebutnya honor.
  3. Kepuasan intelektual, emosional, atau spiritual. Dalam motif yang ketiga ini, seseorang mengikuti sang pemimpin bisa memberikan ilmu pengetahuan yang bisa memuaskan hasrat intelektual dirinya, kegembiraan yang bisa memuaskan hasrat emosionalnya atau kedamaian yang bisa memenuhi hasrat spiritualnya.
Ketiga motif para pengikut tersebut dipuaskan oleh sang pemimpin dengan menggunakan kekuasaan atau power. Dalam hal keamanan, para petugas keamanan dipatuhi karena diyakini orang yang mematuhinya akan aman-aman saja. Demikian pula atasan dikantor dipatuhi karena kalau patuh maka tidak akan dimarahi. Dalam hal imbalan, para majikan dipatuhi karena bisa memberikan gaji kepada para pekerja. Sama halnya para cendekiawan diikuti karena kekayaan ilmu pengetahuan yang dimilikinya dan para tokoh agama ditaati karena kebenaran yang diajarkannya.

Kekuasaan, dalam arti positif, dibutuhkan untuk memuaskan motif orang-orang yang akan diarahkan untuk tujuan tertentu. Namun demikian, satu hal yang sering dilupakan para pemimpin, kekuasaan memiliki kadaluarsa. Dan pada saat kekuasaan kehilangan tuahnya, para pemimpin hanya bisa terkejut karena tiba-tiba saja para pengikutnya meninggalkan mereka. Mengapa kekuasaan bisa kehilangan tuahnya? Pada dasarnya, manusia serendah apapun kedudukannya di dalam piramida kekuasaan, tetap memiliki ego. Ego manusia adalah sesuatu yang terus menuntut untuk dipenuhi. Pada suatu saat, ketika motif aman atau reward terpenuhi, maka ego seseorang bisa muncul kepermukaan dalam bentuk perasaan ingin dihargai. Ego tersebut membuat kekuasaan menjadi tidak lagi efektif untuk digunakan. Pada awalnya ego masih bisa diarahkan dengan dosis kekuasaan yang lebih tinggi. Misal dalam kasus petugas keamanan, aturan diperketat dan hukuman diperberat atau dalam kasus majikan, upahnya ditingkatkan. Namun cara-cara seperti ini hanya bertahan sementara. Setelah itu, ego kembali mendorong ke permukaan. Untuk menghindari melemahnya kekuatan dari kekuasaan maka kekuasaan perlu "diisi ulang". Caranya adalah dengan gunain pengaruh atau influence. Pengaruh adalah cara-cara praktis dan efektif yang digunain agar orang lain mau melakukan apa yang kita inginkan berdasarkan keinginannya. Atau dalam bahasa yang lebih gamblang, pengaruh membuat orang lain jadi ingin mengikuti keinginan kita. Kalau bisa begini, asyik bukan? Tinggal gimana cara gunainnya dengan tepat.

Karena ego merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tindakan seseorang, maka ego merupakan kunci dalam mengarahkan orang tersebut. Ego manusia memang memiliki sifat yang aneh. Agar kita bisa memenangkan ego seseorang, maka kita harus membuat ego orang tersebut merasa menang. Agar kita bisa membuat seseorang mengikuti kemauan kita, maka kita harus membuat orang tersebut merasa sedang mengikuti kepentingannya. Jadi, kesimpulannya, kita gunain aja pengaruh untuk mengarahkan orang lain dengan cara membuat orang tersebut terpenuhi egonya. Tantangannya, pada saat kita berusaha memenuhi ego seseorang, pada saat itu pula kita merasa ego kita tidak terpenuhi kepentingannya. Disinilah seninya.

Di tengah godaan ego kita, khususnya untuk menunjukkan superioritas atas orang yang sedang kita pengaruhi, kita harus selalu ingat pada tujuan kita semula. Tujuan kita dalam hal ini adalah membuat orang tersebut melakukan apa yang telah ditetapkan, biasanya sesuai tujuan organisasi (atau bisa saja sesuai tujuan kita). Sesungguhnya, ga penting ego siapa yang lebih menang karena yang penting adalah tercapainya tujuan. Di sinilah pentingnya ngebuat orang lain merasa penting. Untuk lebih ngejelasin apa yang aku maksud, perkenankanlah aku gunain contoh dari pengalaman pribadi:
Suatu ketika, aku ditugasin untuk memaparkan (presentasi) sebuah rencana program analisa risiko bencana terhadap jalan dan jembatan yang ada di Papua Barat dan Maluku. Menyadari bahwa kesempatan untuk melatih public speaking dan sangat baik untuk diperlukan, maka aku dengan segenap kemampuan yang aku miliki, menjelaskan program tersebut kepada project officer dan salah seorang division head. Dalam hal ini, aku gunain deh intellectual power yang aku dapetin di sekolahku yang terakhir agar laporan pendahuluan tim ini diterima. Namun betapa terkejutnya aku, semua usahaku ternyata dimentahkan dengan satu kalimat saja (cewek lagi yang mementahkannya, iya pimpinan sih dianya):
"ITUKAN MENURUT ANDA. KAMI MELIHAT MASALAH INI SECARA BERBEDA." ~ ujar pimpinan sialan itu. Tentunya dong aku merasa terpukul dengan penolakan tersebut. Argumen-argumen yang aku kemukakan dimentahkan dengan mudah, aku memang minim pengalaman. Dan yang lebih parah lagi, karena aku menggunakan kekuasaan intelektualku, maka division head tersebutpun menggunakan legitimate power-nya. Dengan segala otoritas yang ia (pimpinan sialan, ga boleh ketinggalan sialan-nya) miliki, ia segera memutuskan bahwa apa yang aku sampaikan ga sesuai dengan kebutuhannya.
Belajar dari pengalaman tersebut, ketika aku diminta untuk presentasi yang sama kepada instansi yang lain, aku berusaha mencari tahu dahulu situasi yang sedang dihadapi oleh instansi tersebut dan terutama aspek-aspek yang menjadi fokus perhatian pimpinannya. Demikian pula sebelum aku melakukan pemaparan di hadapan instansi tersebut aku terlebih dahulu melakukan bincang-bincang seputar hal-hal yang sedang dikerjakan oleh instansi ini. Ga lupa aku pun menyampaikan kekagumanku terhadap perhatian dan upaya yang sedang instansi lakukan bersama seluruh stafnya, Ketika aku aku dipersilahkan untuk mempersentasikan dokumen usulan kontrak dengan kalimat berikut:
"Sebenarnya, ga ada hal yang baru dari apa yang akan saya presentasikan. Saya justru terinspirasi dari apa yang telah dilakukan oleh Bapak dalam perbincangan kita tadi. Untuk itu, saya justru hendak meminta masukan dari Bapak mengenai usulan program yang akan saya paparkan ini." ~ ujarku yang sok retrorika.
Sungguh luar biasa hasilnya. Alih-alih mendapatkan kritikan dan penolakan, aku justru mendapatkan pujian besar. Sang pimpinan serta merta menyambut dokumen usulan kontrak timku dan dia pun berkata, "Ini yang saya inginkan dari dulu. Lalu sambil menatap para stafnya dengan serius, beliau menambahkan, "Tolong laksanakan program ini dengan segera."

Sebagai seorang pemimpin, baik di tingkat organisasi besar maupun kecil dan bahkan sampai ke tingkat keluarga, tentu kita memiliki kekuasaan. Namun perlu selalu kita ingat bahwa kekuasaan kita akan terdegradasi dari waktu ke waktu. Alih-alih menggunakan kekuasaan, maka cara yang lebih cerdik dan bijak adalah menggunakan pengaruh. Ingat, tujuan kita bukanlah untuk menunjukkan siapa yang lebih kuat tapi untuk membuat orang tersebut melakukan apa yang menjadi tujuan kita sesuai keinginannya.


Referensi:
Majalah pria dewasa edisi serius,
yang dibaca di maskapai penerbangan.

Salam,
-GJG-
   

 
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar