Minggu, 09 November 2014

GUGURNYA CINTA BUKANLAH NYERAH

(RIP) Meggy Z berpesan:
Lebih baik kau bunuh aku dengan pedangmu,
daripada kau bunuh aku dengan cintamu.

Ada yang menyangka itu nyerah, tapi menurut aku itu pasrah. Padahal nyerah dan pasrah itu beda. Hhh... Pasrah ga ada benderanya, nyerah sudah jelas: bendera putih (acara uji nyali dan sejenisnya). Kematian bukan menyerah karena benderanya belum tentu putih. Kuning? Ah itu tanda kematian di Jkt. Di Yk bendera untuk kematian warnanya putih. Di tempat lain ya lain lagi. Berarti kematian bukan menyerah. Kematian itu pasrah. Semua oran berjuang untuk hidup (dan untuk cinta) sampai dia ga mampu lagi untuk melanjutkannya, wuanjeeeeng... dan yang menilai kapan kita tak mampu melanjutkan hidup bukan kita. Saat kita menyerah, kitalah yang menentukan saatnya. Hhh...
Daun yang gugur aja ada siklusnya untuk bersemi kembali, apalagi cinta! Bacanya gausah serius nanti keriput.
Kenapa habis putus cinta jadi gelap, jadi nyerah, dan mau bunuh diri? Karena orang-orang seperti itu... ini mungkin lho ya, sekali lagi ini mungkin, mungkin karena orang-orang seperti itu kurang ngobrol sama sejarawan, sama arkeolog, bahkan sama paleontolog. Enaknya kalau putus cinta terus kita ngobrol sama orang-orang yang ahli masa lampau, kita akan tahu bahwa putusnya cinta kita ga ada apa-apanya dibanding tragedi manusia sejak ribuan tahun yang lalu.
FYI aja sih: Kisah cinta Roro Mendut dan Pronocitro yang dipisahkan oleh penguasa Tumenggung Wiroguno jauh lebih sadis, le. Ada juga Minakjingga yang hancur berkeping-keping hatinya karena Kencanawungu lebih memilih Damarwulan sampai wujudnya berubah jadi penuh cacat karena digempur oleh Damarwulan. Belum lagi kisah tragedi Cleopatra dari Mesir, belum lagi Helen dari Sparta. Dan seabrek hal-hal sadis tentang cinta lainnya di masa lampau.
Hmm... atau sehabis putus cinta kalian ogah ngomong sama orang-orang ahli masa lampau? Ya kalo ga cobain aja ngomong sama ahli astronomi, ga usah sampai Stephen Hawking. Di Indonesia banyak astronom maupun orang-orang yang sekedar hobi astronomi. Berkawanlah sama mereka. Bincang-bincanglah, mau sambil nyeruput kopi ataupun ga, terserah. Ah, kisah putus cintamu ga ada apa-apanya... seperjuta upil dibanding luasnya alam semesta. Bagaimana ga luas, wong planet seperti bumi aja konon ada hampir dua triliun di galaksi Bimasakti saja. Jika semua dihuni oleh manusia, berarti persoalan kehancuran cintamu itu dialami juga oleh penghuni triliunan planet.

Kata budayawan Butet Kartaredjasa, suka duka kita tidaklah istimewa karena setiap orang mengalaminya. Ada yang nanyain ke aku. "Jo lu pernah ngerasain putus ga sih? Terus apa yang lu lakuin?" Hhh.... Itu sama aja dengan bertanya, "Jo lu pernah makan nasi pecel?" Tentu langsung aku jawab pernah. Pertama kali putus cinta, aku lalu disuruh bapakku berdiri lama memandang laut, lama banget di pantai Pulau Bunyu. Agar kenapa? Agar aku merasa persoalanku begitu kecilnya.

Oh ya kenapa hidup ini kusamakan dengan nasi pecel, eh, game. Ada yang nyangkal waktu kami diskusi hangat, kenapa hidup kok disamakan dengan game, padahal hidup kan serius, sedangkan game sekedar permainan. Buseeet serius amat kayak lagi ujian?


Oke..oke... tapi coba pikir deh. kurang serius gimana game itu? Apa kalian nyangka yang serius cuma paskibraka yang bisa jalan mundur tanpa jatuh di tangga istana? Apa yang kalian anggap serius itu cuma komandan upacara, yang suaranya bisa lebih lantang dari orang utan. Hidup itu game dan game itu kalau diseriusin bakal seru.

Coba pikir deh, banyak orang yang  sampai lupa makan, lupa minum, lupa pacarnya karena main Point Blank, Lost Saga, Angry Birds, dan Nusantara Online. Jangan cuma terpesona sama Suju maupun SNSD doang. Pendapatan Korea besar juga dari bisnis game. Karena apa? Karena kita semua suntuk, sangat tekun, dan sangat all out mengahdapi game. Justru yang kita anggap bukan game malah kita perlakukan dengan tidur. Contohnya bapak-bapak di DPR itu. Sidang kabinet, bahkan pidato (mantan) Presiden SBY yang panjang lebar dan seharusnya serius, malah ditinggal tidur oleh anak-anak. Please jangan melihat segala sesuatunya dari permukaan. Salah aku mengatakan game itu serius? Para ilmuwan bilang manusia itu homo ludens, artinya makhluk yang bermain.
Sekarang aku mikir kenapa istilahnya "Lo gue end", kok ga "lo gue game over"? Why not?
"Kalo game over bisa di restart, Jo." celetuk si Petra.
Hhh...
Ganesha si anak game ikut nambahin. "Biar ga antiklimaks. Kalau game over ga ada credit title-nya, Jo."
Aku setuju, asal di dalam credit title itu bukan tercantum nama-nama orang ketiga yang menyebabkan kita putus. Biarlah orang-orang itu, kalaupun ada, hanya dicatat oleh alam. Credit title diganti dengan catatan akhir film tentang bagaimana kita pacaran, bukan tentang bagaimana kita putus. Seperti seorang samurai (Tom Cruise) dalam film The Last Samurai ketika ketika ditanya oleh Kaisar Jepang tentang matinya samurai lain () di dalam perang, "Maaf, Kaisar. Izinkanlah saya tidak menceritakan tentang bagaimana dia mati, tapi tentang bagaimana dia hidup."


Ditulis dikamar, dibaca dimana-mana.
Salam,
-GJG-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar