Rabu, 29 Januari 2014

TIPS TUGAS AKHIR

Seberat-beratnya perjuangan ngangkat barbel pake titit,
masih lebih berat perjuangan mahasiswa yang sedang garap tugas akhir.

Saya menyebutnya Tugas Akhir (TA) supaya artikel ini universal, bisa berlaku untuk mahasiswa D3. Serta ga berhak sombong untuk menyebut disertasi atau apalah itu yang sejenisnya.

Banyak problem ketika akan menggarap TA, apalagi kalau kamu baru the end sama pasanganmu. Bisa juga ketika sedang TA-TAnya semangat jiwamu, orangtuamu di kampung angkat tangan soal biaya dan kamu harus menulis TA sambil part time di warung kopi atau jaga warnet.

Ini tertulis dari pola otakku yang sedemikian longgar, tapi berwawasan kepaksa karena juga sedang mengalami masa-masa suram garap TA. Ternyata sebetulnya problem umum bikin TA adalah kekaburan si pembuat TA mengenai beda topik dan tema. Harus jelas bedanya. Topik adalah pokok bahasan. Biasanya cuma satu kata, yakni kata benda maupun gerund (kata benda bentukan dengan imbuhan ke-an). Rokok, permen, meja, dll kata benda, atau gerund seperti ke-cantik-an, ke-gemuk-an, dll. Bentukan ke-an bisa dijadikan topik.

Pilihlah topik yang kamu betul-betul suka. Atau kalau diberi pilihan oleh pembimbing, pilihlah yang kamu masih ada suka-sukanya. Kalau kamu ga suka karedok, tapi masih suka kacang panjang, kol, dan timun…ya sudahlah embat saja daripada kamu makan serabi yang ga ada timun-timunnya sama sekali itu. Dalam falsafah Ki Ageng Suryo Mentaram (dari Bukunya Sujiwo Tejo), yang disebut mulur mungkret intinya seperti itu juga. Pilihlah yang kamu paling suka, seapes-apesnya masih ada yang kamu sukai. Mungkin dulu kamu berangan-angan menikahi perempuan yang putih muluuuss dan kecantikannya gabungan antara Tika Putri, Asia Carera, dan Britney Spears, tetapi ternyata ga dapet. Ya nikahlah dengan wanita asalkan putih mulus. Kalau ga ada wanita yang putih mulus, ya nikahlah sama wanita. Kalau ga ada wanita, ya nikahlah dengan apapun lawan jenis asalkan hidup. Begitu juga dengan topik. Jangan terlalu maksakan yang kamu suka. Pilihlah usulan-usulan topik pembimbing dengan ilmu mulur mungkret.


Tapi jika kamu suka banget, suka puoool terhadap suatu topik, dan yakin bisa all out ngerjain karena suka, ngototlah pada pembimbing akan topik itu. Makanya jangan sampai musuhan sama dosen pembimbing. Percaya deh…mending kamu musuhan sama FPI daripada musuhan sama dosen pembimbing. Kalau kamu ga musuhan, kamu bisa ngentot (eeeh ngotot) mengajukan topik yang kamu sukai. Gimana? Pusing? Kalau pusing mending hang out dulu, siapa tahu disana kamu ketemu minimal wanita yang putih muluuuussss. Hhh…

Ada pun (cieeeeileeh bahasanya sok yoi). Tema adalah apa yang ingin kamu kerjakan dari suatu topik. Paling enak tema adalah kalimat dengan kata kerja aktif. Katakanlah tema itu adalah gimana perempuan yang sudah menikah 10 tahunan atau seorang janda kembang bisa tetap aktif di ranjang. Itulah kalimat tema. Tema inilah yang akan membedakan TA seseorang dengan lainnya, meski topiknya sama, yaitu “perempuan”. Dari topik “perempuan” kita bisa bikin tema:
    1) Sanggama dengan perempuan sangat merepotkan.
    2) Mengecilkan dada perempuan bukan tidak bermasalah, bisa juga ditentang.
Wah buaaaanyaak banget tema yang kita bisa buat dari topik “perempuan”. Coba deh kalian bikin tema sendiri, lalu chat-private messages ke aku.
Oke, tks atas usulan tema-temamu wahai dosen pembimbingku yang non-mainstream. Aku lanjutkan yaa…
Dengan topik yang kamu suka, dan dengan tema yang bisa mengarahkan kerja penulisan, sebetulnya TA-mu uda 90% rampung. Judul gampang. Setelah topik dan tema ketemu, penjudulan bisa kalian pikir-pikir sambil main, jalan-jalan, dekapan, dll.

Ini kelihatannya remeh-temeh. Tapi masih banyak yang pemahamannya rancu soal topik dan tema. Di perpus apalagi, buaaaanyyaaaak banget yang nyebut tema, padahal maksudnya topik. Dengan topik aja kamu ga bisa mulai garap TA. Contoh, dengan topik “rokok”…modyaarr kamu mau nulis TA apa dan gimana? Contoh tema dari topik rokok: “Saya ingin menulis pendapat pengasong rokok di Pulau Tarakan…” dll. Setelah topik “rokok” kamu kasih tema, misalnya: Saya ingin menjelaskan lika-liku industri rokok di Kudus… Baru kamu dapat menulis TA.

Once again, sampai sekarang tema dan topik masih rancu. Banyak spanduk seminar mencantumkan tema: Narkoba. Lha ini sebetulnya baru topik, bukan tema. Dengan tema seminar “Narkoba”, pembicara dan panitia bingung mau ngomong segi apanya? Itu topik dan masih luas banget. “Mencegah meluasnya penyalahgunaan Narkoba di lingkungan rumah sakit”, nah itu baru tema. Artinya kita dikasihtahu harus ngapain dengan topik Narkoba.

Aku bukannya mau merendahkan pelacur. Aku cuma mau cerita, Juni 2013 waktu ikut kawan-kawan dari Stupid Again (SAYKpunx) meliput pelacuran di jalur Pantura dalam misi pembuatan videoklipnya, ada seorang perempuan yang tatapannya kosong dan diam saja disuatu pagi di rumah bordir. Saya Tanya kenapa kok diam saja. Lalu jawabannya? “Wah, hari ini saya ga punya tema, Mas,” katanya.

Hah…gila. Masa’ mahasiswa kalah dengan pelacur bisa ngomong seperti itu karena pergaulannya yang luas dengan para penyair dari Yk, Bdg, maupun Cirebon (Crb). Dia ga bisa berbicara, bukan karena ga punya topik, tapi karena ga punya tema. Dia mending ga berbicara daripada ngomong ngglambyar (melebar). Jadi jangan ngglambyar sampai ke pasar-pasar dan jalan tol kan, tapi ada batas yang jelas karena bola memiliki tema.

Intinya kalau skripsi S1 tuh bagaimana menerapkan rumus. Tesis S2 bagaimana menggunakan rumus untuk keperluan lain serta mengkait-kaitkan hubungan rumus yang satu dengan yang lain. Disertasi S3 bikin rumus. S1 adalah lapangan bola, S2 adalah kotak penalti, S3 adalah titik penalti. Semakin tinggi ilmu seseorang, semakin sempit ruang lingkupnya, semakin jelas temanya. Karena itu semakin tajam dan menentukan. Jadi sebelum menendang gol melalui titik S3, selesaikan dulu TA-mu di tingkat lapangan. Bayangkan bahwa kekasihmu sedang melambai-lambai di pinggir lapangan bola dengan rambut ekor kuda, berkacamata hitam, dilapisi jaket jins bermotif leopard dan melonjak-lonjak menyaksikan pergumulanmu dengan wasit, yaitu dosen pembimbingmu. Sekian ~


Cheers,
-GJG-

Rabu, 15 Januari 2014

ASIA CARRERA IS A LEGEND

Sebagian mungkin ga ngenal (atau pura-pura ga ngenal) siapa Asia Carrera, sebagian lagi mungkin akan mencemooh. Asia Carrera (lahir 6 Agustus 1973) memang terkenal sebagai artis film porno Amerika (walau saat ini telah pensiun dari kegiatan tersebut). Wajahnya yang oriental termasuk sangat populer pada tahun 1990-an, tentu saja sebagai pemain film porno. Tetapi tahukah Anda, banyak hal lain yang mengagumkan pada dirinya? Yang tidak ada hubungannya dengan adegan seks yang sering dimainkannya.


Tapi ga banyak yang tahu ia bisa memainkan komposisi bach dengan piano di usia 13 tahun. Dia mengambil studi ekonomi dan bahasa jepang di Rutgers. IQ-nya 156 dan merupakan dua persen orang terjenius di dunia. 

Asia Carrera berdarah campuran Jepang dan Jerman, tumbuh besar di kota New Jersey, Amerika Serikat. Ia mempelajari piano, dan pada masa kecilnya sudah pernah tampil dua kali di Carnegie Hall, salah satu tempat bergengsi pertunjukan musik di New York. Ia mendapatkan beasiswa pendidikan di Rutgers University. Sebagai informasi, banyak lulusan Rutgers yang menjadi orang hebat, seperti Profesor Milton Friedman yang pernah memenangkan nobel di bidang Ekonomi, artis Kristin Davis (pemeran Charlotte dalam film seri Sex and the City), dan masih banyak lagi.

Ga hanya itu, Asia Carrera juga merupakan anggota Mensa, sebuah perkumpulan orang-orang ber-IQ tinggi di seluruh dunia. Idola Asia Carrera adalah salah satu investor terbesar dunia: Warren Buffett. Asia Carrera juga pernah menjadi reviewer pada majalah terkenal Maximum PC.

Jelas dari sisi edukasi, bakat, skill, wajah dan postur tubuh, Asia Carrera sangat berpotensi untuk berprofesi lebih “terhormat” dibandingkan menjadi artis film porno, ia bisa saja meniti karir akademis yang cemerlang atau selebritis tanpa label porno. Bukan rahasia lagi, banyak orang menganggap profesi bintang porno diperuntukkan bagi mereka yang kekurangan modal otak dan skill, dan hanya kebetulan memiliki wajah dan tubuh menjual. Asumsi ini jelas runtuh jika kita berbicara tentang Asia Carrera.

Di dunia "perpornografian" keberadaan Asia Carrera termasuk legendaris. Wanita berkebangsaan Amerika Serikat (USA) ini dikenal sebagai bintang film porno terseksi dan terpanas sepanjang abad ini. Bukan sekadar artis semata, Asia Carrera adalah seorang marketing profesional yang ahli mengelola manajemen film blue. Untuk memuaskan para penggemamya, Carrera selalu meluangkan waktu untuk menjawab semua e-mail masuk yang mempertanyakan tentang dirinya. Dan secara bersamaan, ia pun menjual karya-karya film blue-nya ke seluruh dunia.

Sejak menjadi bintang film blue, Asia Carrera sudah memerankan sebanyak 250 film blue. Angka ini mengalahkan bintang film porno lainnya, di antaranya Jade Marcela, bintang porno asal Indonesia. Carrera mempunyai berbagai jenis dap adegan film porno, dari gaya konvesional sampai modern.

Berbicara mengenai profesi yang membuatnya terkenal, Asia Carrera mencintai pilihannya, dan apa yang dilakukannya. Ia seorang yang sangat addicted dalam bekerja atau istilah kerennya: workaholic. Ia bahkan membuat website-nya sendiri.

Sumber: Kaskus

"Mungkin hikmah yang dapat diambil dari seorang Asia Carrera adalah, hargai pilihan seseorang dan jangan mendiskreditkan pilihannya. Saat melihat seseorang bahagia dan dapat bertanggung-jawab pada pilihannya, kita perlu juga bertanya pada diri sendiri, apakah kita bertanggung-jawab dan bahagia dengan pilihan kita? Dalam beberapa hal, Asia Carrera memang pantas menjadi tokoh idola".

Cheers,
-GJG-

THE PUNK CODE (dengan Danu MH)


Skip basa-basi, berikut adalah poin-poin respon terhadap beberapa hal yang perlu saya tambahkan pada blog ini dirilis:

1. Saya ga habis pikir jika ada yang beropini bahwa saya membuat banyak aturan dan kemudian menyuruh saya diam. Seperti layaknya fanzine, blog ini merupakan blog pribadi, bukan portal umum. Semua yang ditulis disini merupakan perspektif personal, ditulis di blog personal. Bukan khotbah sejuta umat pada media massa satu channel yang siap mencuci banyak otak. Oleh karenanya saya ga punya kepentingan untuk mengedit tulisan atau bahkan menghapusnya. Perdebatan adalah bagian dari tulisan saya kemaren, sesampah apapun itu. Jadi, komentar yang menyuruh orang-orang berhenti berdebat atau diam di ruang yang bukan milik kalian itu sama sekali ga ada gunanya, meski memang saya ga akan membalas atau menghapus komen-komen bernada seperti itu. Jika kalian ga menyukai banyak hal yang saya tulis di sini, sudah seharusnya kalian membuat media kalian sendiri dan menulis pendapat kalian tentang apapun yang kalian suka disana. Jika kalian membenci saya atau apapun yang saya tulis, ga seharusnya kalian mampir disini dan pergunakanlah waktu berharga kalian untuk hal-hal lain yang lebih penting. Sesederhana itu.

2. Pendapat itu seperti lubang pantat. Sebau apapun, setiap orang punya satu. Saya ga pernah mengklaim sebagai yang paling benar, dan ga pernah berniat membuat sebuah daftar FAQ tentang punk atau kitab suci punk karena memang ga akan pernah ada. Punk selalu personal, oleh karenanya ga pernah ada yang seragam. Justu karena individualisme punk itulah saya menulis opini saya tentang sesuatu (dalam hal ini perihal ideologi), sekali lagi, di blog saya sendiri. Yang saya tulis merupakan pandangan pola pikir yang seperti layaknya berjuta opini diluar sana, beberapa orang sepakat, beberapa lain ga setubuh.

3. Saya besar bersama punk yang saya ketahui. Sedikit banyaknya berjasa membentuk dan membuat saya sampai kuat di hari ini, karena jatuh-bangkit berlandaskan semangat punk. Dan satu-satunya kontribusi balik saya bagi punk adalah berbagi nilai-nilai yang saya pahami dan sepakati dengan beberapa lainnya. Senihil apapun makna itu hari ini, saya terlanjur yakin bahwa punk bukan sekedar pilihan selera musik. Yang saya tekankan pada tulisan/artikel di blog ini adalah soal prinsip ideologi yang selalu disalahpahamkan. Bukan hal lain. Saya ga punya hak mengganggu gugat bagaimana seharusnya mereka memainkan musik, harus bersuara seperti apa musik punk, atau harus terlihat seperti apa mereka. Thats pointless. Kebebasan berekspresi sudah seharusnya mutlak milik punk dan ga penting dipersoalkan dengan prinsip punk yang saya pahami tentang otoritas. Saya ga paham juga mengapa isu belok jadi soal debat apakah punk itu boleh bernuansa pop atau ga. Atau isu ‘hiphop’ mengadu domba ‘punk’ yang sungguh terdengar menggelikan di era seperti sekarang dengan scene yang berjalan sejauh ini. Bagaimana bisa seseorang menghembuskan isu gogon sedangkal dan sehina itu?

4. Isu tentang mereka bermusik dengan pop sudah menjadi bahan perbincangan dimana-mana, di angkringan dimanapun dengan nada dan sentimen yang sama sebelum saya menulisnya di blog. Tuduhan bahwa saya yang mengakibatkan semua isu punk ini sama sekali mengada-ada, apalagi isu niatan menghancurkan ‘karir’ sebuah band. Sebuah band dengan basis fans sebesar Morning Horny ga akan runtuh oleh sebuah tulisan pendek di blog kecil di samudera informasi seperti hari ini. Satu-satunya yang saya harapkan untuk runtuh adalah keyakinan kalian menggantungkan hidup pada otoritas korup.

5. Saya dan Danu (frontman Morning Horny) bertemu dan berbicara beberapa hari kemarin tepatnya Selasa malam di kosan saya. Yang ga banyak orang paham bahwa kami berkawan. Sulit untuk ga saling kenal di scene di kota sekecil Yogyakarta (Yk) terutama dengan teman mutual kami sebanyak itu. Seperti mengenal banyak kawan lainnya, sebuah kehormatan pernah berkenalan dengan orang seperti Danu dimana kami bisa bertukar pikiran, argumen dan pandangan. Perbedaan ga perlu disamakan, toh jalan yang kami tempuh ga sama. Tapi bukan artinya kami ga bisa berteman apalagi sekedar nangkring di skate spot dan berbagi kopi, meski Danu maunya beer. Yang ga saya paham, gimana bisa artikel kecil soal prinsip ideologi yang selalu disalahpahamkan bisa berujung pada isu gosip murahan tentang saya yang menantang tarung fisik personil Morning Horny? Menyebarluaskan fitnah tentang hal-hal yang bahkan ga saya tulis di blog ini. In the end of the days, we’re just regular guys who walk the walk, talk the talk. Saya jalan dengan keyakinan saya, ia dengan prinsipnya. Kadang di satu titik bersinggungan, di titik lain berjarak. Morning Horny tentu berhak membuat (atau ga membuat) pernyataan mereka sendiri di media milik mereka sendiri. Mereka berhak menjelaskan apapun, mengklarifikasi apapun soal acara itu bahkan menertawakan apa yang saya tulis sesuka mereka. Yang pasti apapun yang mereka tulis ga akan merubah pendapat saya tentang Danu sebagai kawan baik, juga ga akan merubah pendapat saya perihal ideologi yang selalu disalahpahamkan.

6. Isu ini berangsur menjadi menjijikan seperti gosip tabloid. Isu krusial tentang otoritas dilibas oleh isu-isu sampingan yang malah sama sekali ga penting. Ketika sebuah gagasan ga lagi bisa memprovokasi, diskusi sudah saatnya disudahi. Time to put action where your mouth is and practice what you preach.

7. Life goes on. Now, move on.


Cheers,
-GJG-

Selasa, 14 Januari 2014

LIBERTY, FREEDOM, AND CAPITALISM

RESPECT YOUR FUCKIN SELF BEFORE RESPECT EACH OTHERS

UNITED MUST BE STAND UP RESPECT YOUR FUCKIN SELF BEFORE RESPECT THE OTHERS INTROSPECTION YOURSELF BEFORE YOU COMMENT ABOUT THE OTHERS WE ARE SAME BUT WAS DIFFERENT AROUND US NEVER ENDING WE DISCUSS DIFFERENCES WE MUST MORE DOING FOR FIX OURSELF WE MUST MORE PREPARE FOR THE FUTURE LIFE IS NOT FOR NOW…BUT STARTING FOR NOW UNDERSTAND WHAT THE FUCK THAT LIFE…BEFORE IS TOO LATE GET WHAT YOU ASPIRE THE KEYS ARE HARD WORK (“PLAY HARD KILL THE REST”) WITHOUT DESPAIR AND MAXIMIZE WHAT YOU HAVE…WE ARE YOUNG AND WE ARE NEXT GENERATION BULLSHIT AND FUCKIN BIGMOUTH ARE STUPID HOPELESS!!!

NO MORE FIGHT.
WOY TAI. AKU NULIS HURUF KAPITAL ADA TUJUANNYA. BIAR AKU GA JADI ORANG KAPITALIS. AH TAI YA.


CHEERS,
-GJG-

Kamis, 02 Januari 2014

HOWARD SCHULTZ (fyi)

Wuaawwww! Apakah kalian sedikit terkejut ngebaca judul artikel yg ini? Atau biasa saja? Atau malah kagak ngarti nama siapa itu? (makanye dibaca ini biar paham) hhh... Memang sejak awal tahun ini aku memulai langkah-langkah baru yang niscaya bisa meluluhkan hati anda-anda sekalian untuk selalu berkembang setiap tahunnya, setiap bulannya, dan terutama setiap akhir pekan nanti (dibaca: wiken) (tulisannya: weekend).

Tulisan ke 50 ini, aku memang ngetik Howard Schultz (susah ya namanya) sebagai judul artikel. Nama ini bukan sekaliber A. Einstein, W. Isaacson, atau bahkan S. Jobs. Jadi tolong perkenalkan, Howard Schultz ialah pengusaha dunia yang ga ada dikoleksian buku biografi atau dikumpulan film-film kalian. Makanya ini aku bahas, ga macem-macem deh biar kalian ngelihat semangatnya, udah gitu aja.

Jadi gini...
Setelah sekian lama berkutat dengan hal yang berbau dengan bukaan tambang. Akhirnya semalem aku bisa ngelepas penat, nah pas ngopi aku duduk di depan screen yang mutarin documenter shortfilm tentang pemilik warung kopi ini. Kami bertiga hening nonton shortfilm yang ga pernah diputar dilayar kaca kami. Udah deh ya tanpa ba bi bu ini review versi ingetanku.

===============================================

Dalam shortfilm otobiografinya: "Bagaimana Starbucks membangun sebuah perusahaan secangkir demi secangkir," Howard Schultz menceritakan gimana dia merintis dan menjadikan Starbucks sebagai kedai kopi dengan jaringan terbesar di seluruh dunia. Awalnya idenya ditolak dan dilecehkan bahkan dianggap gila oleh ratusan orang. Tapi ini ga membuat dia nyerah gitu aja, malahan makin bergairah.

Itulah kisah nyata yang dialami oleh Howard Schultz, orang yg dianggap paling berjasa dalam membesarkan kedai kopi Starbucks.
"Secangkir kopi satu setengah dolar? Gila! Siapa yang mau? Ya ampun, apakah kamu kira ini akan berhasil? Orang-orang Amerika ga akan pernah mengeluarkan satu setengah dolar untuk kopi."
Itulah sedikit dari sekian banyak ejekan yang diterima Schultz, sewaktu punya ide untuk ngubah konsep penjualan Starbucks.

Awalnya, Schultz adalah seorang GM di sebuah perusahaan bernama Hammarplast. Suatu kali, dia dateng ke Starbucks yang pada awalnya hanyalah toko kecil pengecer biji-biji kopi yang sudah disangrai. Toko ini dimiliki oleh duo Jerry Baldwin dan Gordon Bowke (kalao ga lupa namanya sih itu) sebagai pendiri awal Starbucks. Mereka memang dikenal sangat tertarik mempelajari tentang kopi yang berkualitas. Melihat kegairahan mereka tentang kopi, Schutz pun memutuskan untuk bergabung dengan Starbucks, yang kala itu baru berusia 10 tahun. Schultz senantiasa berusaha beradaptasi dan mencoba mengenalkan berbagai ide untuk membesarkan Starbucks.

Suatu saat, Schultz datang dengan ide cemerlang. Dia mengusulkan untuk mengubah Starbucks menjadi bar expresso dengan gaya Italia. Setelah perdebatan yang panjang, keduanya menemui jalan buntu. Baldwin menolak karena meskipun idenya bagus, Starbucks sedang terjerumus dalam utang sehingga ga akan mampu membiayai perubahan. Schultz pun lantas bertekad mendirikan perusahaan sendiri. Belajar dari Starbucks, dia ga mau berutang dan memilih berjuang mencari investor. Dan, pilihan inilah yang kemudian membuatnya harus bekerja ekstra keras. Ditolak dan direndahkan jadi bagian keseharian yang kudu dihadapinya.

Dengan uang yang terkumpul dari usahanya, akhirnya dia berhasil membeli Starbucks dari pendirinya. Namun, kerja keras itu ga berhenti dengan terbelinya Starbucks. Waktu terjadi akuisisi, dia mendapati banyak karyawan yang curiga dan memandang sinis perubahan yang dibawanya. Tetapi, dengan sistem kekeluargaan, dia merangkul karyawan dan bahkan memberikan opsi saham sehingga sense of belonging karyawan menjadi meningkat (cara cerdas kan ya).

Dibantu dengan beberapa orang kunci di perusahaannya, kini Schultz udah berhasil ngembangin Starbucks hingga puluhan ribu cabang di seluruh dunia. Dia juga menekankan layanan dengan keramahan pada konsumen, dan di sisi lain, memperlakukan karyawan sebagai keluarga. Dengan cara itu, Schultz terus berekspansi hingga terus menjadi kedai kopi terbesar.
Jadi yang aku seneng dari Schultz adalah dia gambaran kegigihan seseorang dalam membayar harga sebuah pencapaian untuk mewujudkan ide yang diyakininya. Seperti yang kawan saya bilang: "Ada harga yang pantas buat sebuah pengorbanan. - Matte Suck."


Cheers,
-GJG-