Kamis, 22 Januari 2015

RIP Ibu

16 Desember 2014.
Selamat jalan Ny. Sri Heri Agustiani.

Ibu mengajariku untuk berkelana.
Pergi sejauh-jauhnya dalam mencari makna.
Terbata mengeja setiap genap ganjil dunia.
Mengamati tingkah polah orang Yogyakarta yang kujumpa.
Tentang cerita luar biasa yang terdapat dalam keluarganya.
Tentang anak ketiga yang membelah senja melalui Jakarta menuju ibunya.
Tentang kepala keluarga ikhlas membelai pundaknya di ruang jenasah.
Tentang anak pertama yang saling mendekap lalu merentangkan pelukan.
Tentang anak kedua yang pergi dan akan kembali juga.
Hingga enam belas desember-mu yang tak aku lupa:
KEHILANGAN TANPA SALAM PERPISAHAN!!!

Ibu mengajariku untuk selalu ramah bersalaman.
Seperih pedih apapun luka, pada akhirnya akan menjadi masa lalu juga.
Seperti sebuah kisah menarik yang kutemui dari seorang guru tua pembasuh mental.
Tentang senyumnya yang tetap sumringah, meski kakinya berdarah-darah.
"Demi anak-cucu, semua tak ada apa-apanya," katanya.
Ibu beserta enam belas desembernya memaksaku untuk pulang.
Sejauh-jauh kaki melangkah, tempat terakhir untuk kembali adalah rumah.
Hanya merebahkan kepala untuk menceritakan kisah-kisah hebat yang sudah kudapatkan. Lalu kuantar ke makam bersama anak-cucumu dan ayahku dalam satu kendaraan. Menikmati sisa usia dengan kedewasaan pikir dan kerendahan hati.
Menjadi seorang sederhana yang mengenal siapa dirinya.


Salam,
Anak ketigamu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar