Kamis, 28 Maret 2013

ASMARA PUNKROCKERS

Malam jumat cok, saya akan men-share suatu tulisan dari Bulux (vokalis Superglad) ~ tokoh punkrock yang saya segani ~. Terlepas kegilaannya dalam menguasai stage, doi punya suatu kisah yang begitu kokoh melekat dijiwanya. Ya ke konsistensiannya terhadap perasaan sayang ke almarhumah istrinya Diandra Amalia.

Tulisan Bulux saya temukan dan saya baca satu jam setelah selesei ditulisnya melalui online media milik Superglad (band yang digawanginya). Langsung niat saya bulat untuk men-share ini.

Apa maksud saya? Bukan karena motif nama besar Bulux didunia punkrock Indonesia. Tetapi yang Bulux tuangkan disini bukanlah fiksi yang umumnya mengagungkan suatu tokoh utama (meskipun saya doyan fiksi, buka Ika Natassa). Bukan, sekali lagi bukan itu semua.

Bulux menceritakan kisah ini sangat punkrock sekali, sungguh!! Lugas, jujur, terbuka, tanpa rasa malu, serta sikapnya untuk memenangkan suara hati sangat menonjol. Satu hal terpenting adalah kekonsistensian dan keresistensian Bulux terhadap soulmate-nya (baca: cinta) sungguh luar biasa. Bagaimana tidak? Bulux seorang tokoh punkrock sesungguhnya bukanlah tipe pria "pemain" wanita. Tetapi Bulux menyikapi seorang wanita sangat romantis (punkrock version), hingga terwujudnya lirik per lirik benar-benar dari suara hati. Wanita yang beruntung tersebut adalah alm. Diandra Amalia (rest in peace).

Setia menunggu almarhumah putus dari kekasihnya (saat itu), suatu sikap yang bijak. Ya, karena Bulux dengan sportif tidak mengganggu bahkan merusak hubungan almarhumah dengan pasangannya. Tetapi mampu mengendalikan arogansi perasaan sukanya (naksir) sambil menyuarakan hati melalui karyanya. Beruntung kesetiaannya berbuah manis, akhirnya Bulux bisa menyatukan cintanya dengan almarhumah. Itu karena perlakuan cinta yang jujur. Inilah punkrock!!

Perbedaan kasta kehidupan Bulux ceritakan juga disini. Jiwa punkrock Bulux di munculkan melalui kepercayaan dirinya untuk menyayangi almarhumah hingga dengan kenekatan untuk berani menikahi. Tembok besar (agama, keluarga, serta carut marut ekonominya) mampu di tembusnya. Yang pasti tidak dengan kebrutalan ala punk dimata masyarakat yang sok tau. Tetapi dengan keseriusannyalah Bulux menghadapi-menghidupi ini. Once again: the finest punkrockers!!

Thx Lux, sudah mencitrakan dan memberi contoh dahsyat tentang jiwa punkrock setidaknya ke otak saya dulu, lalu kemudian dengan mengambil contoh kisah ini  saya akan transfer ke masyarakat yang sok tau (bersediakan kisah ini saya kisahkan lagi ke awam). Harapan saya tetaplah dengan kegilaan anda, karena saya menganggap kegilaan anda yang membuat nama Bulux semakin besar (layaknya Tim Armstrong).
Jangan berpegang pada pintu yang sudah tertutup, karna Tuhan sedang membuka pintu yang baru. Happily ever after dude.
Orang baru itu adalah sang istri anda (Frima Fitriani.red). Akhir kata lanjutkan asmara punkrock anda ke sang istri, romantis sekali mengetahui side project "Kingenkuin". Ini satu contoh lagi nih, tapi mungkin nanti saja saya menjabarkannya setelah menyaksikan karya Kingenkuin, supaya saya menulis ada dasarnya.

Tulisan Bulux tersebut ada disini asal usul senandung rindu



Cheers,
-GJG-

Senin, 25 Maret 2013

PUSTAKA #2 (identifikasi singkapan lapisan batubara)

FYI, suatu tulisan terkait identifikasi pengamatan lapisan batubara di singkapan dengan metode kupasan (trench/parit uji). Tulisan ini sekaligus bisa dijadikan guide book terkait langkah-langkah yang harus dilakukan dalam pekerjaan lapangan.

Silahkan klik.


Salam,
-GJG-

Kamis, 21 Maret 2013

SEKAPUR BARUS UNTUK SKATEBOARD (monumental)

Skateboarding bukan dunia saya yang kemarin sore, tapi dari awal 2005. Selebihnya terkait saya dan skateboarding tidak akan saya bahas pada artikel ini. Ya dengan angkuh saya katakan target dari artikel ini sesungguhnya supaya diliput di Happen Skateboarding Magazine. Cukup memicu semangat saya untuk mengumpulkan materi-materi EYD serta pendalaman untuk memahami narasi yang baik dan benar. Ini adalah permulaan langkah saya, meskipun di awali dari Happen Skateboarding Magazine (Jo, Happen itu ratingnya nasional lho. Bersyukur kek) semoga ke depannya bisa masuk di Rolling Stone Magazine atau bisa dimuat di Majalah Playboy (harapan tertinggi saya, tapi saya bingung mau nulis apaan ya kalau ke Playboy, bayangin deh...).

Oke, wujud dari artikel ini nantinya berkonsep seperti:
  • pengantar redaksi kalau bahasa koran,
  • sari (abstrack) kalau di jurnal dan karya tulis ilmiah,
  • bisa juga mirip intro layaknya di musik dan lagu,
  • bahkan yang mencengangkan artikel ini ibarat foreplay kalau saya sedang bercinta dengan Britney Spears. Hhh... Mimpi aja terus Jo.
Ya karena kegemaran saya baca novel, di awal tulisan sebelum masuk ke cerita selalu saya menjumpai kalimat "sekapur sirih". Setelah mengetahui maknanya, oh itu toh. Ya sekapur sirih merupakan pendahuluan untuk mengantarkan pembaca masuk ke cerita di novel tersebut, nah untuk di zine skateboarding saya memberi judul SEKAPUR BARUS.

Gutten morgan,
Bonjours,
Buenos dias,
Good morning, ladies and gentleman. Welcome aboard Qatar Airways flight GJG 019 to article sekkapoer bharuus. Come on... lets read - enjoy!

----------------------------------------------------------------------------

Ada benang kusut. Untuk merapikan kembali, kita harus menemukan terlebih dahulu ujungnya. Dari mana harus memulai pencarian ujung benang itu? Dari bagian yang paling kusut? Atau bagian lain yang tidak begitu kusut? Sementara itu, perasaan kita mengatakan bahwa benang itu masih bagus, sayang kalau dibuang. Jadi, harus diselamatkan. Nanti akan bisa digunakan. Daripada membeli lagi. Apa susahnya mengurai benang kusut? Asal ada kemauan, pasti kekusutan itu bisa diatasi. Toh, tidak ada prosedur teknis yang secara ketat harus dijalani. Asal ada kemauan saja.

Jangan dikira mengurai benang kusut bukan merupakan kerja asyik. Orang disekitar pasti memperhatikan bagaimana proses kita menguraikannya. Apalagi, jika waktu yang telah dilewati dirasa cukup membosankan, orang akan semakin penasaran, ingin ikut menangani dan mencapai hasil akhirnya. Siapa yang berhasil tuntas mengurai benang kusut akan dihinggapi perasaan lega dan ingin mengumumkan keberhasilannya itu kepada orang sekitar. Jika tidak berhasil, bisa-bisa jadi bahan tertawaan. Tapi, itu juga bukan masalah, karena tidak ada kata terlambat dalam hal menangani kekusutan benang.

Artikel ini mencoba berbuat hal yang sama dengan fragmen diatas. Skateboard yang kini banyak menemani kehidupan anak muda di perkotaan ternyata berada dalam kondisi tercerabut dari habitat aslinya, terpelanting dari tangga yang sama sekali tidak tahu menahu aturan bagaimana semestinya skateboard dimainkan. Sebagian dari masyarakat (muda-mudi) modern yang tertarik dengan skateboard, kemudian menggunakannya semau dan sesuka hati sebagai ekspresi diri (numpang nge-trend). Kesukaan berekspresi dengan media skateboard kemudian menimbulkan kontra dari sebagian lain masyarakat yang berseberangan keyakinan dengan adat lama.

Sebagian yang lain lagi ternyata malah membelokkan kegunaan skateboard untuk menandai hal yang negatif (menurut saya negatif). Skateboard menjadi identik dengan dunia bebas serta gaul. Keseringan anak muda sebagai pemula yang memulai untuk bermain skateboard umumnya hanya sekedar fashion membentuk jati diri supaya terlihat gaul. BUKAN, skateboard muncul bukan karena fashionable-nya tetapi karena keekstriman dari olahraga ini. Anehnya, anak muda bukan risih dengan cap itu, melainkan malah mengembangkannya sebagai kebanggaan sesama "profesi". 
Hai pemuda (dan segelintir pemudi), sebelum melakukan sesuatu alangkah serunya kalau saudara-saudari sekalian terlebih dahulu memahami filosofinya. Khususnya skateboard dalam hal ini. Tolonglah yaa (please)... jangan hina atau merendahkan skateboarding hanya sekedar ajang kumpul anak muda untuk dikelilingi para gadis.
Sebelum artikel ini dilanjutkan, Bung Dimas Jerry yang saya hormati sebagai skateboarders senior di Yk (baca: Jogja) akan menyumbangkan pendapatnya. Oke, silahkan Jer langsung saya ketik ini:
Perlu dipertegas jika konteks artikel ini adalah mode cutting-edge sebagai bentuk perlawanan terhadap mode mainstream. Ya PERLAWANAN, ya skateboard is cutting edge. Seperti kita, khususnya yang masih punya otak, ketahui, pola pikir mainstream melahirkan banyak sisi gelap nan kejam yang tercipta berkat argumentasi "brilian" mereka yang salah kaprah. Kesalah kaprahan tersebut melibatkan overkonsumerisme, adiksi akut anak muda "kemarin sore" terhadap sifat kegaulan, yang pada akhirnya menjadikan skateboard tenar bukan karena prestasinya melainkan karena membludaknya anak skate "karbitan" yang hanya mengejar citra. Dangkal.
Sekian Jo, thx.

Keadaan skateboard di dalam masyarakat modern Indonesia sudah semakin kompleks. Ibarat benang kusut, ia juga telah mengalami keterputusan di tengah alurnya sehingga muncul (lagi) ujung yang menimbulkan persoalan baru, pangkal (kebuntuan) yang menyebabkan akibat baru. Jika keterputusan tersebut berganda maka dapat dipastikan persoalannya akan semakin kompleks. Di sana berhadapan banyak pihak yang masing-masing membela kepentingannya sendiri. Padahal, kalau mau sedikit surut untuk bersama-sama mempelajari secara komprehensif hal ihwal yang berkaitan dengan skateboard, bukan tidak mungkin sikap terbaik dapat ditemukan dan disepakati untuk digunakan dengan meminimalkan efek asosiasi yang egoistik.

Penerbit Happen Skateboarding Magazine (Nareen Kameswhara.red) dengan tekadnya yang membara berusaha mengajak pembaca mengenali skateboard lebih luas. Mempertimbangkan nilai yang ada di dalamnya. Menghargai estetikanya. Menghormati penghayatan yang termaktub. Mencoba meluruskan pandanga apriopri, dan sebagainya. Forum yang dipilih bukan sebagaimana layaknya orang berbicara di depan dewan ilmiah, melainkan forum yang sangat encer. Meski kadang harus menyebut sumber yang berasal dari kalangan ilmiah, paparannya tetap saja bebas terucap. Di Happen Skateboarding Magazine tercipta ruang gerak dan visual bagi pembaca untuk secara kreatif menangkap spontanitas dan keluguan cara bicara penyumbang ide dari event skate di seluruh Indonesia. Ruang gerak pembaca ini mungkin mirip dengan yang disebut sebagai "celah sunyi" di dalam puisi.

Bla bla bla bla bla. Apa saja dikatakannya. Apa saja bisa jadi bermakna. Apa saja menjadi milik bersama. S K A T E. Tak kenal maka tak sayang. Tak tahu maka menganggap gaul. Tak dinyana maka sudah merambah sampai kemana-mana. Mengeluh apa yang mesti dikeluhkan. Kerja tak lagi bergantung pada siapa pun. Kreatifitas adalah panglima perang melawan kepicikan referensial. Gerbang pemahaman terhadap perubahan zaman selalu terbuka lebar. Jangan bikin peradaban berjalan dengan langkah gontai. Skateboard tidak akan mematikan kebenaran. Skateboard tidak akan sudi sebagai ajang gaul. Skateboard tidak akan menjerumuskan nasib. Waktu juga tidak berjalan mundur.

Apa yang ingin anda ketahui tentang skateboard maka semua ada dan dimanjakan oleh Happen Skateboarding Magazine. Meski tidak bisa menjanjikan untuk berbicara (melalui tulisan) secara terperinci hingga ke yang sekecil-kecilnya, percayalah data yang tersaji ini cukup beragam dan sudah dicoba untuk mengambil contoh kasus dari berbagai belahan Indonesia. Dan, tidak ketinggalan juga tersaji wacana dan liputan mengenai event atau kompetisi di beberapa kota dalam negeri.

Happen Skateboarding Magazine ini akan mampu mengembalikan skateboard pada keberadaannya sebelum lebih kusut. Barangkali terlalu muluk kalau pretensi semacam itu dijadikan sasaran bidik dari kerja penulisan artikel ini. Atau malah terlalu mencari-cari. Pro kontra menjadi semakin terpisah oleh jurang apriori nantinya. Tidak, pasti tidak demikian yang ingin kita lakukan. Lalu, mengapa artikel ini mesti diterbitkan di Happen Skateboarding Magazine?

Zaman modern, keterbukaan, kebebasan menyampaikan pendapat, kebebasan berekspresi, budaya punk rock, konteks gaya hidup solidaritas komunitas, kesadaran menuntut hak, ketahanan nasional, pencapaian estetika tinggi, derajat gaul, keberanian bertaruh, penegakan sendi-sendi berolahraga, dinamika tata perkawanan, dan banyak lagi pernik kehidupan yang tidak bisa disebutkan di sini satu per satu, kesemuanya ada hubungannya dengan skateboard.

----------------------------------------------------------

Empat hari artikel ini saya tulis beserta pengumpulan materi dan perenungan argumen. Sebagai penutup saya kutip penyataan Eka Rock:
Keseragaman membuat saya bangga, bisa berbeda dengan kalian. Karena saya punya pendirian bukan musiman/karbitan.


Cheers,
-GJG-

Referensi:
Happen SM vol 6 issue #52
Tim redaksi Happen Sm
Tim Gedung Pusat (GP) Skateboad



Kamis, 14 Maret 2013

ANNIVERSARY MY ZINE (1 bulan dan 11 karya)

Saudara-saudara para pembaca yang dominan cakep, sebelumnya akan saya jelaskan saat proses penulisan ini bahwasanya saya sedang berkumpul atau bercengkerama dengan kawan-kawan saya dari Bekasi dan Tangerang yang sedang berkunjung ke Yk. Sehingga mohon maaf kalau keseluruhan gaya bahasa di artikel ini tidak EYD dikarenakan tertular dengan kawan-kawan saya tersebut, selain itu supaya ada nuansa baru aja.


Resensi kali ini mengenai bahagianya saya (meskipun hati sedang sepi) terhadap keproduktifan saya di zine pribadi ini (istilah mainstream-nya blog). Cukuup yaaa kayaknya gausah diperjelas lagi deh, secara di bulan pertama aja saya mampu menelurkan 11 telur eh karya maksudnya (dikata ayam kaliya yang menelurkan telur). Tapi lebih berguna kalau kawan-kawan bayangkan, 1 bulan 11 kali nge-posting, 2 bulan bisa 22 karya, 3 bulan ya minimal uda 33 lah. Bujubuneng gimane kalau 1 tahun ya?? yaudah sih gausah dihitung uda berapa banyak tulisan yang saya muat di zine ini, tapi langsung aja kawan-kawan ke toko buku terdekat untuk ngantri beli buku saya. MUDAH-MUDAHAN, namanya juga berharap agresif pasti dikabulkanlah. Tinggal doa doang nih berarti, okelah tar mau molor saya doa dulu.



Ayooo, langsung baca aja kali!!

---------------------------------------

Dari jaman kuda gigit batu sampai jaman kuda pake behel gw pengen punya blog. Tapi musuh gw selalu menghalangi dan menang dalam setiap pertempuran buat bikin blog! Musuh gw namanya “Prof. Dr. Males, Eing.”, guru besar ilmu hasut yang tangguh banget buat naklukin segala kekuatan dan potensi yang ada di diri gw dan menggantinya dengan hal-hal yang gak berguna kayak stalking gebetan yang jelas-jelas ngefans ma gw, tidur yang overdosis, ngebayangin Dinosaurus pake sarung, dll yang gak guna.

Tapi hey, gw baru pulang dari kawah Candra Di Muka, shower-an di air terjun Niagara dan berguru sama Borat dan Sponge Bob buat ngalahin rasa males dan jadi hiper aktif kayak mereka. Jurusnya cuma satu:
Nyet, hidup cuman sekali, lu mau jadi “biasa aja”, “biasa banget” atau…. jeng, jeng, jeng... become “luar biasa” atau “extra ordinary” kayak bosnya Majalah Playboy yang punya Playboy mansion dan punya cucu segudang (cucu ketemu gede). Hmmm... ngasi contoh orang yang perlu diteladaninya payah nih...
Gw bilang sounds good tapi gue takut masuk neraka!
Sponge Bob bete karena ada otak yang bisa ngalahin kebegoan kawannya Patrick. Dia bilang intinya bukan itu oon! Intinya lo mau gak jadi terkenal, kaya raya sama dikelilingi cewek-cewek cakep nan bahenol-montok kayak bidadari?? !!

Gw tanya “emang lu pernah liat bidadari? yakin gitu bidadari mirip mereka (yang bahenol-montok)?” Gw pun di smack down sama Sponge Bob dan muka gw di tempelin ke poster gede Pamela Anderson sama Borat, tepat dibagian dada.
Gw tereak, ampun...ampun...gede banget itu… eh.
Dan disitu gw sadar kalo gw musti jadi besar dan berimbang, gak gede sebelah karena gak enak dilihat. Harus balance dalam hidup dan adil pada diri sendiri, menghargai diri sendiri dengan tidak menyia-nyiakan anugerah dari Tuhan seperti waktu dan potensi diri.

Come on, lu tuh better than orang yang lame, yang kebanyakan nonton tv, browsing internet yang gak penting dan ngeladenin kepo-kepo yang gak ngehasilin cinta buat gw tapi justru memperbanyak fans gw.

Cewek-cewek yang ngefans ma gw yakin dan suka banget sama cowok yang rajin, positif, dan berkarya. Apalagi karyanya berguna dan diingat orang. Begitu juga bidadari, mana mau sama cowok looser, jorok, gak rapih, berantakan, dan gak ngehasilin apa-apa selama hidup.
Ok, ok terus apa hubungannya sama bikin blog???
Iya yaaaa… Mulailah dari bikin blog, pancing itu Prof. Dr. Males, Eing., tantang dia buat duel lagi dan kalahkan dia!!! Cemunguddd eaaaa kakakkkk…!!!! (najis gw mah, bahasa lu cok). Intinya bunuh itu Prof. Dr. Males, Eing. dengan karya-karya yang ciamik, seperti puisi dan lagu…musik dan tari...
Layar perak panggung gerak, adalah tempat kita... insan dunia…EKSSPRESI kan diri!!!
*karaoke mode on*.
Oke sip, habis itu gw ketemu Mbakyu Reggina Idol dan dia bilang ”cakep itu elu sebenarnya, males orang mikirnya cuman”.
Gw bilang “Enggak nanya Mbakyu!”
Sekian dan terima jodoh, akhirnya gw sekarang punya blog, domain nama nakal gw sendiri (go join go) dan hosting sendiri, ini baru permulaan untuk menjadi lebih kreatif, mengisi hari-hari gw dengan karya dan hal-hal yang bermanfaat, berusaha hidup dalam kehidupan yang dikasih Tuhan, pengen bekerja keras dan keras lagi hingga menjadi orang yang berguna bagi keluarga, nusa, bangsa, dan agama... Amen…Amen…Amenn...

(keren ya gw? tepuk tangan dulu donggg…)

Sow I like writing, I love words. Pernah punya cita-cita jadi penulis, sekarang saatnya mewujudkan itu, gak mau ditunda-tunda lagi... nulis blog ini ajang latihan atau belajar buat bikin buku kayak Harry Potter atau Davinci Code. Okeh Sip!

Wish me luck, I wish u all the best.


Cheers,
-GJG-

Jumat, 08 Maret 2013

YK NEED MORE STAGES

Sejak 2004 saya stay di Jogja (Yogyakarta/Yk), saya sangat senang dan merasakan keramahan dalam iklim bermusik di Yk. Karya musisi yang masuk telinga saya serta dikategorikan bagus oleh otak saya mulai dapat apresiasi publik. Endank Soekamti (ES) mampu menyodok opening acts-nya Mr. Big, hingga Erix berkesempatan show on karakter bassnya di depan mata Billy Sheehan. Apa komentar Billy Sheehan? Anda tidak akan tahu kalau saya beberkan, nanti dalam buku saya berikutnya yang akan saya terbitkan (uwiiisss...) , itu tidak saya cantumkan juga, supaya anda tetap tidak tahu dan hanya menjadi rahasia saya dan si gigi besi Erix saja. Hhh...

Kemudian Shaggy Dog yang menjadi magnet Reggae-Ska bersikap santai dan damai untuk berkolaborasi dengan musisi ibukota Jakarta (Jkt) serta Bali. Bahkan, Dom 65 (dedengkot punk Yk) bisa tampil di acara TV Nasional (Kick Andy dan Radio Show) bersama Begundal Lowokwaru (Malang) dan sebuah band punk dengan basis fans yang kuat yaitu Marjinal.
Bila kawan-kawan menjumpai orang yang berceloteh panjang lebar tentang “punk” di Yk, Malang, dan Jkt. Tapi doi belum menyimak bahkan tidak mengerti DOM 65, BL, dan MARJINAL, maka tinggalkan saja orang itu!! Allright dude.
Inilah bukti bahwa musisi independen (baca: indie) Yk kian diperhitungkan. EO (event organizer) lokal mulai peduli untuk menampilkan band-band yang ada di playlist iPod saya pada event mereka. Salah satunya adalah eksibisi musik yang digelar 3 hari di Kridosono tahun 2009. Event itu telah menyetarakan musisi cutting edge dan musisi mainstream pada jadwal prime time, meskipun dari pembagian stage masih kurang proporsional dan pelaksanaannya terbilang belum maksimal (cuaca berpengaruh, masa iya bisa ngadain event se kreatif ini tapi ga mampu mengendalikan cuaca, ya kembali ke filsafat "cuaca hanya Tuhan yang menentukan", hhh...). Tetapi jatah stage memang selalu yang tersulit, ini saya alami sendiri di event Go Skate - Go Green.


THX, SUDAH MEMBUKTIKAN SAYA SALAH

Dahulu saya masih agak skeptis melihat kawan-kawan SMA di Yk. Saya juga sempat punya anggapan bahwa anak SMA ga akan mengapresiasi segmen musik di kota pelajar ini. Mereka hanya mengadakan pensi tahunan dengan mendatangkan musisi-musisi yang tergolong waah bahkan jedeer, tetapi dari segi sound system, rundown, hingga tema acara yang terselenggara hanyalah pukul 18.30-22.30 full music. Bagaimana? kalau kawan-kawan menjiwai cutting edge maka sependapat dengan saya, MONOTON!! Tidak ada perubahan atau gebrakan dari pemuda/i melalui SMA-nya.

Dari keseluruhan event SMA yang saya datangi, kekacauan rundown-lah yang sangat menonjol. Hal ini akan berimbas pada space waktu ijin penyelenggaraan. Kemudian yang paling sklumit adalah perform guest star akan dikurangi. Gila aja yaa The Sigit yang saya tunggu dan nantikan hanya perform 23 menit. Coba bayangkan!! Andai saya banci, mungkin saya menangis berluluran air mata melihat kenyataan event ini. Tetapi saya, seorang pria yang selalu bermimpi bisa seperti Bens Leo atau Adrie Subono, mencoba untuk memaklumi dan berkaca-kaca terhadap segala kekacauan di setiap event SMA.

Hasil analisa saya, mungkin para comitee kurang mampu bersikap tegas terhadap manajer artis untuk membatasi jam perform. Atau mungkin saja tidak memberi space waktu untuk setting alat, atau kemungkinan-kemungkinan lain bisa saja timbul dan inilah yang menjadi tantangan setiap menghadapi event. Tetap rundown adalah yang utama untuk dijadikan fokus perhatian oleh pihak penyelenggara.

Pendapat saya ternyata salah. Pada 2013 ada 3 event SMA yang saya hadiri, cukup membuat saya tersenyum. Terutama pensi Stama (SMA St. Maria), yeah her and the other hundred of girls here. hhh... Sebuah event yang digagas sendiri oleh para siswi. Pemilihan pengisi acara  juga memiliki musikalitas renyah dalam koridor diselera telinga saya. Alhasil saya tidak mampu berhenti tertegun mengenai konsep pensi ini. Luar binasa!!

Saya harap kawan-kawan SMA juga berani bersikap Out of the Box dalam bermusik. Jangan takut punya band atau ngundang band yang memainkan musik berbeda dengan remaja pada umumnya dan wanita pada khususnya. Jangan takut mempublikasikan karya yang melawan selera awam. Nanti ketika kawan-kawan sudah lulus SMA niscaya dapat merasakan pergaulan lebih luas dan menantang untuk selalu Out of the Box.

Kalau menyimak notes of croot saya, tertera pernyataan:
"Yakinlah kawan bahwa kita ga berjalan sendirian di setiap langkah dan tujuan!"

Saya ingat ketika SMA dulu, kawan-kawan saya disebuah SMA Swasta Katolik Yk berani membuat gigs kecil berisi band-band yang berlawanan dengan band-band pensi yang cenderung boring. Teenage power rules! Jangan ragu buat acara yang berbeda karena sayapun tak akan ragu untuk menyaksikannya.

Terlepas dari antusiasme saya terhadap SMA di 2013 ini, saya masih punya pendapat skeptis  pada pensi SMA sekarang yang waton gayeng. Untuk itu saya pun minta tolong kalian untuk buktikan lagi bahwa pendapat ini salah.


WUJUDKAN YK YANG MEMULIAKAN TAMUNYA

Banyaknya sorotan media ke musisi Yk, saya pun cemas kepada sikap ke-lokal-an yang hiperbolik. Sikap itu meruncing seiring banyaknya band luar Yk yang kerap diekspos media nasional (melalui zine-zine, dll) tapi ketika perform di Yk mungkin kurang memenuhi ekspektasi kita. Sebaiknya kita sikapi itu secara bijak. Gimana bila nanti justru musisi Yk yang diekspos media nasional dan saat tampil di kota lain pun mengalami nasib buruk yang membuat penampilan kita amburadul? Bukankah kita akan terhambat untuk menjalin network karena sebelumnya kita terlanjur merasa "lebih hebat" dari musisi kota lain sehingga itu membuat mereka antipati pada keangkuhan kita?

Rivalitas kekanak-kanakan yang sekedar adu hebat membuat kita lupa esensi yang lebih penting dalam bermusik yakni menjalin kebersamaan. Dalam kebersamaan, sepatutnya kita menjaga citra Yk yang nyaman, ramah, dan renyah seperti rumah sebuah keluarga yang memuliakan tamunya. Kecuali kamu adalah musisi atau penikmat musik yang ga peduli dengan persahabatan dan persaudaraan, mari kita mulai koreksi sentimen lokal yang berleihan, karena itu bisa menjadikan kita seperti katak dalam tempurung. Bukankah langit terbuka luas? Jadi mengapa tidak pikiranku, pikiranmu?

Okey, happy nice weekend dude! Tonight FSTVLST and Alterego rock on UPN "V" Yk. Gosok gigi dulu sebelum berangkat ~ pesan drg. Artzex (voc. Alterego).



Cheers,
-GJG-

Referensi: DAB free magazine #17.

MATIKAN TELEVISIMU KAWAN (kasus lapindo memanipulasi pemikiran kita)

Akhir-akhir ini televisi anda selalu basi dengan siaran-siaran Au, yang merupakan inisial tersangka, sekaligus unsur kimia dari Emas Monas Anas! Yes of course, Anas Urbaningrum. Silahkan saudara-saudara lanjutkan sendiri membahas si munafuck yang satu itu. Kali ini saya akan mengupas kesimpangsiuran terkait apakah itu bencana alam atau human error yang membentuk suatu "danau lumpur" di Porong, Sidoarjo.

Once again DANAU LUMPUR, yaa sengaja saya membuat istilah sendiri. Isu tentang Lumpur Sidoarjo ataupun Lumpur Lapindo sudah menjadi bahan perbincangan dimanapun dari keilmuan sampai ke ranah politik dengan nada dan sentimen yang sama sebelum saya menulisnya di blog ini. Ouh shit, will I be mainstream? Tidak kawan! saya berani tegaskan spesifiknya, bahasan saya mengenai peran media massa yang mengakomodir pemberitaan danau lumpur menjadi suatu "pembenaran bukan kebenaran (kalimat maut pembimbing saya ini, saya cuplik dulu ya Pak Doktor)".

Isu ini berangsur menjadi menjijikan seperti gosip tabloid. Isu krusial tentang otoritas dilibas oleh isu-isu sampingan yang malah sama sekali tidak penting. Ketika sebuah gagasan tak lagi bisa memprovokasi diskusi sudah saatnya disudahi. Time to put action where your mouth is and practice what you preach.

Favete linguis: Favour me with the commotion your news on television.

----------------------------------------

Pertarungan Pengetahuan

Pengetahuan kita mengenai sesuatu objek memiliki jenjang atau tingkatan. Know What (apa), know How (bagaimana), dan know Why (mengapa). Pengetahuan kita tentang sesuatu objek akhirnya membentuk pemahaman terhadap objek tersebut. Pemahaman ini akan berpengaruh pada sikap kita terhadap objek tersebut.

Bakrie Grup, sebuah perusahaan yang sejak awal dikaitkan dengan kasus ini juga memiliki media massa. Dari prespektif pengetahuan, media massa adalah salah satu infrastruktur pengetahuan yang bisa mempengaruhi pemahaman kita terhadap sebuah objek atau kasus. Kepemilikan media massa oleh Bakrie Grup ini sedikit­ banyak mempengaruhi pertarungan pengetahuan dalam kasus lapindo.

Di sisi lain, warga masyarakat pun tidak tinggal diam. Kepemilikan infrastruktur pengetahuan dari Bakrie Grup, dilawan dengan mendirikan radio komunitas, buletin dan portal. Tujuannya sederhana memberikan pemahaman terhadap kasus ini di luar pemahaman yang diberikan media mainstream, termasuk media massa Bakrie Grup. Dari sinilah pertarungan pengetahuan dimulai.


Inkonsistensi Media

Pemberitaan media terkait semburan Lumpur Lapindo memang sangat beragam. Tetapi kebanyakan berita yang ditampilkan lebih menguntungkan pihak Bakrie. Salah satunya dengan penyebutan Lumpur Lapindo yang telah diarahkan menjadi Lumpur Sidoarjo (inilah yang menjadi alasan saya menyebutnya dengan Danau Lumpur).

Penelitian Yayan Sakti Suryandaru, pengamat media massa Universitas Airlangga, Surabaya, pada periode Januari-Desember 2008, memperlihatkan bahwa media tidak konsisten dalam menyebut Lumpur Lapindo. Sebagian besar media cetak lokal dan nasional lebih memilih menggunakan istilah Lumpur Sidoarjo dibanding Lumpur Lapindo. Diantaranya harian Media Indonesia dan Surabaya Post, yang menggunakan istilah Lumpur Sidoarjo. Sedangkan media lokal seperti Surya dan Jawa Pos terkadang menggunakan istilah Lumpur Lapindo, tetapi tak jarang juga menyebut Lumpur Sidoarjo. Hanya harian Kompas yang masih menggunakan istilah Lumpur Lapindo.

Tapi di tahun 2011, penyebutan istilah Lumpur Lapindo dan Lumpur Sidoarjo di media mulai berubah. Harian Kompas yang di tahun 2008 tetap menggunakan istilah Lumpur Lapindo, ternyata mulai Januari 2009 mengubahnya menjadi Lumpur Sidoarjo. Saat ini KOMPAS kembali menggunakan istilah Lumpur Lapindo.


Harian Media Indonesia dan Metro TV justru sebaliknya. Setelah kekalahan Surya Paloh dalam pencalonan sebagai Ketua Umum Golkar di tahun 2009, penyebutan Lumpur Lapindo kembali digunakan.

Sedangkan media-media milik Bakrie, seperti TV One, ANTV, Vivanews dan Surabaya Post tetap menggunakan istilah Lumpur Sidoarjo. Ini diikuti oleh Suara Surabaya, Inilah.com, Suara Merdeka, Jurnal Nasional, dan BBC Indonesia. Untuk Detik.com dan Suara Merdeka, keduanya kadang menggunakan istilah Lumpur Sidoarjo, tetapi kadang juga menggunakan Lumpur Lapindo. Sementara media yang masih menggunakan istilah Lumpur Lapindo adalah Antara, Tempo, Okezone, Pos Kota, dan JPNN.


Bagaimana Media Bakrie Grup Memberitakan Kasus Lapindo?

Bakrie Grup selain memiliki usaha tambang, juga memiliki berbagai media. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), Bakrie Grup mencoba mensinergikan group medianya di VIVA Group (AnTV, TVOne dan Vivanews.com) dengan grup telekomunikasinya.

Presiden Direktur PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL) Anindya Novyan Bakrie memaparkan Bakrie Telecom, Media and Technology (BakrieTMT2015) akan menyinergikan lini bisnis telekomunikasi (BTEL), media (VIVA Group) dan teknologi (BConn dan BNET) sampai dengan tahun 2015 di Jakarta, Kamis (31/3). Untuk sinergi tersebut BTEL akan menanam investasi senilai Rp 5 triliun (klik sumber).

Terkait dengan kasus Lapindo, pertanyaannya kemudian adalah, bagaimana media Bakrie Grup memberitakan kasus Lapindo?

Akhir Mei 2011 lalu, AnTV menanyangkan program televisi yang berisikan tentang nasib korban semburan lumpur Lapindo. Selama hampir satu minggu, TV milik Bakrie ini memenuhi televisinya dengan program-program semacam itu. Sementara itu TV One, TV milik Bakrie Grup yang lain, telah beberapa minggu sebelumnya menayangkan program pengajian di TVnya “Damai Indonesiaku” dengan mengambil lokasi di Porong, Sidoarjo.
Pesan yang disampaikan sama. Persoalan semburan Lumpur Lapindo telah selesai, masyarakat korban semburan Lumpur Lapindo telah hidup sejahtera dengan ganti rugi yang diterimanya, Bakrie adalah orang yang baik, yang meskipun telah ditetapkan tidak bersalah oleh pengadilan, tetapi masih membantu korban semburan lumpur, tidak ada kerusakan lingkungan, dan penyebab semburan lumpur adlah gempa Jogja.
Tak ada gambaran sedikitpun tentang derita warga yang rumahnya ditenggelamkan lumpur, orang-orang yang masih tinggal di pengungsian tol Besuki, anak-anak yang tidak bisa sekolah, warga yang menderita sakit karena menghirup gas beracun, ekonomi warga korban yang kocar-kacir, rusaknya infrastruktur dan sarana publik, hingga hancurnya lingkungan di kawasan Porong.


Sementara itu, pada saat yang sama, 29 Mei 2011, ratusan warga dari seluruh desa di Porong, Sidoarjo, yang wilayahnya terkena dampak semburan Lumpur Lapindo, berunjukrasa dengan berjalan kaki di sepanjang Jalan Raya Porong. Aksi dilanjutkan dengan menggelar istigosah atau doa bersama di pinggir tanggul kolam penampungan lumpur di Desa Jatirejo, Porong, Sidoarjo. Tuntutan warga masih tetap sama, meminta pemerintah tegas dalam melindungi hak-hak warganya yang telah ditenggelamkan Lumpur Lapindo.

Aksi tersebut ramai diberitakan oleh media, baik di tingkat nasional maupun media lokal di Jawa Timur. Karena saat itu adalah lima tahun Lapindo telah menenggelamkan kota Porong. Namun aksi ini tak diberitakan secara proporsional oleh media-media milik Bakrie, macam TVOne, ANTV dan VivaNews.
Kejadian seperti itu bukan kali itu saja terjadi. Pada peringatan semburan Lumpur Lapindo di tahun sebelumnya, ANTV menayangkan sinetron yang isinya tentang nasib korban lumpur Lapindo yang digambarkan telah keluar dari penderitaan. Bahkan di dalam sinetron tersebut diceritakan sosok Bakrie yang pemurah, meski telah dinyatakan tidak bersalah sebagai penyebab semburan lumpur, tetapi tetap mau mengganti lahan masyarakat yang terendam lumpur.
TV One menyebut semburan lumpur sebagai Lumpur Sidoarjo bukan lumpur Lapindo. Bahkan TV itu secara khusus mewawancarai pakar geologi Rusia Dr. Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat kesalahan pengeboran (klik sumber). Sementara pendapat pakar yang menyatakan bahwa semburan lumpur akibat pengeboran tidak diwawancarai.
Menurut saya, penyebutan semburan lumpur dengan lumpur Sidoarjo mengarahkan opini publik bahwa semburan itu adalah bencana alam bukan akibat pengeboran.
Hal yang sama juga terjadi di ANTV. Televisi milik Bakrie Grup itu juga menyebut semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo bukan lumpur Lapindo. ANTV juga menayangkan pendapat Dr. Sergey Kadurin yang menyatakan semburan lumpur adalah akibat gempa bumi bukan akibat kesalahan pengeboran (klik sumber). Seperti halnya TV One, pakar yang menyatakan bahwa semburan lumpur akibat pengeboran tidak dimintai pendapat.

Hal yang sama juga terjadi pada vivanews.com. Portal berita milik Bakrie Grup itu juga menyebut semburan lumpur sebagai lumpur Sidoarjo, bukan lumpur Lapindo. Di saat yang hampir bersamaan pula portal berita itu menampilkan pendapat pakar geologi Rusia yang menyatakan semburan lumpur bukan akibat pengeboran (klik sumber). Liputan khusus terhadap pakar Rusia juga ditampilkan secara audio-visual di portal vivanews.com (klik sumber).

Pengalihan istilah dari “Lumpur Lapindo” menjadi “Lumpur Sidoarjo” ini sengaja dilakukan, terutama oleh media-media milik Bakrie, dengan tujuan untuk pencitraan dan mengaburkan persoalan yang selama ini terjadi. Penghilangan istilah “Lumpur Lapindo” sejatinya telah menghilangkan nama perusahaan Lapindo Brantas dari pusaran kasus ini. Dengan makin seringnya istilah “Lumpur Sidorajo” digunakan, maka masyarakat akan digiring bahwa semburan lumpur ini bukan disebabkan oleh kesalahan pihak Lapindo Brantas dalam pengeboran gas di Sumur Banja Panji 1 ini.

Padahal, kasus Lapindo tidak sekedar persoalan semburan lumpurnya saja. Tetapi ada persoalan tak adanya akses informasi untuk warga terhadap bahaya lumpur, perijinan tambang migas di kawasan padat huni, serta pengelolaan migas secara umum.


Informasi Kasus Lapindo Yang Tidak Periodik

Meskipun kejadian semburan Lumpur Lapindo telah 7 tahun lamanya, intensitas pemberitaannya dari waktu ke waktu justru semakin menurun. Kasus Lapindo hanya dimuat pada waktu-waktu tertentu saja, seperti peringatan 6 tahun semburan Lumpur Lapindo. Ketika warga melakukan demo besar-besaran menuntut ganti rugi yang sering tersendat. Atau ketika ada warga yang sakit parah karena bermunculannya gelembung-gelembung gas beracun di lingkungannya.

Padahal, masalah Lapindo tidak berhenti disitu saja. Banyak hal  yang telah dihancurkan akibat semburan Lumpur Lapindo. Ketika informasi yang disampaikan kepada publik terputus-putus, maka masyarakat tak bisa memahami kasus lapindo secara menyeluruh.

Belum lagi kedalaman informasi yang disampaikan. Seringkali informasi yang disampaikan oleh media hanya informasi singkat kejadian. Kurangnya penggalian informasi membuat informasi yang disajikan menjadi tidak mengena. Kaitan kejadian satu dengan yang lain seringkali tak dihubungkan, sehingga membuat berita yang disajikan mentok disitu saja. Akhirnya, tak ada informasi baru menjadi alasan bagi media untuk tak memberitakan kasus lapindo.


Gagal Membangun Sikap Kritis

Pemberitaan media dalam memberitakan kasus semburan lumpur Lapindo tak mampu membangun sikap kritis masyarakat. Ini terlihat dari sudut pandang pemberitaan yang seragam. Hampir semua media massa mengambil sudut pandang soal ganti rugi. Secara sadar atau tidak, sikap ini turut mengukuhkan wacana yang dibuat oleh pihak Lapindo, yang menggeser permasalahan semburan Lumpur Lapindo menjadi hanya sekedar persoalan jual beli aset.

Padahal, persoalan semburan lumpur Lapindo bukan sekedar jual beli aset. Masih banyak persoalan yang lain, seperti hilangnya tatanan sosial dan sejarah warga, tercemarnya lingkungan, udara dan air tanah warga, hilangnya kesempatan anak-anak untuk meneruskan sekolah, hancurnya tata produksi warga, meningkatnya biaya kesehatan, hilangnya tali persaudaraan dan sebagainya.

Kondisi ini pernah dikritik oleh Ketua Pusat HAM Ubaya, Yoan Nursari Simanjuntak. Media dianggap belum mampu menjalankan kode etik jurnalistik secara tepat. Harusnya media melakukan liputan terhadap analisis risiko secara menyeluruh. Sehingga dapat menjalankan fungsi-fungsi jurnalisme, dengan memperbanyak tulisan tentnag lingkungan, korban, potensial korban dan dampak semburan lumpur Lapindo secara menyeluruh dan seimbang.

Fenomena ini tak dapat dipungkiri berkaita erat dengan membanjirnya “iklan” Lapindo di media massa. Jika di bulan Agustus 2006 Lapindo memasang iklan sehalaman penuh di beberapa media cetak nasional dan daerah, setelah itu, Lapindo menggunakan tangan para pakar dan akademisi untuk menyampaikan misinya.


Dalam tesis Anton Novenanto, dijelaskan bahwa untuk kasus semburan Lumpur Lapindo, Bakrie Grup (bukan Lapindo) menyediakan dana sebesar 1 milyar rupiah untuk satu media. Dana itu digunakan hanya untuk pendekatan komersial agar bisa masuk ke media massa. Lewat dana ini, yang dikemas dalam bentuk belanja iklan, kekritisan media diuji.

Tak Cuma itu saja, Bakrie Grup juga memproduksi surat berita Solusi dan mengelola situs www.mudvolcano.com untuk membanjiri informasi kepada masyarakat.


Voice of Voiceless

Pemberitaan media terhadap kasus semburan Lumpur Lapindo yang sedikit sekali berpihak kepada masyarakat korban, memunculkan media-media alternatif yang dikelola masyarakat korban lumpur Lapindo, untuk menyampaikan kepada publik tentang kondisi di Porong yang sebenarnya.

Sebut saja portal korbanlapindo.info, radio Suara Porong, Radio Kanal Besuki Timur (KBT), newsletter Kanal, blog dan komunitas video yang banyak muncul di masyarakat sekitar semburan Lumpur Lapindo.

Media alternatif warga korban Lumpur Lapindo ini, selain untuk mengabarkan apa yang sesungguhnya terjadi di masyarakat korban semburan Lumpur Lapindo, juga untuk mengimbangi informasi-informasi yang disampaikan oleh media mainstream sehingga masyarakat dapat menangkap kejadian secara utuh.

Bagi masyarakat korban sendiri, media-media ini dapat menjadi pencerahan dan menyambungkan informasi kejadian yang terjadi di masyarakat korban itu sendiri.

Tentu saja, media alternatif yang dibuat oleh masyarakat korban semburan Lumpur Lapindo, bukan untuk menandingi  media-media besar, terutama media-media milik Bakrie Grup. Karena media alternatif warga ini jangkauannya terbatas. Masyarakat korban hanya ingin informasi yang muncul di publik seimbang dan menyuarakan suara masyarakat korban, yang makin tak banyak disuarakan.


Kalian Percaya yang Mana?

Gencarnya pemberitaan terkait kasus Lapindo yang dilakukan oleh media-media milik Bakrie Grup ternyata tak mempengaruhi persepsi masyarakat luas.

Hasil survey online 5 tahun Lumpur Lapindo yang dilakukan Satu Dunia pada bulan Mei 2011, dengan 72 responden yang mengisi kuisioner, semua responden masih mengingat peristiwa semburan Lumpur Lapindo di Sidoarjo yang terjadi pada 29 Mei 2006 lalu.


Penyebab semburan, yang oleh pihak Lapindo selalu digembar-gemborkan karena bencana alam Gempa Jogja, baik di media cetak, maupun televisi, hingga iklan-iklan yang ditebarkan grup Lapindo, ternyata tak mempengaruhi persepsi publik. 99% responden menyatakan bahwa penyebab semburan lumpur terkait dengan kegiatan pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo.


Terkait dengan pemberitaan di media massa, para responden menganggap Metro TV, Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia dan Detik.com yang paling baik mengulas kasus semburan Lumpur Lapindo.


Diantara media televisi berikut, media mana yang paling baik memberitakan persoalan Lumpur Lapindo?



Diantara media massa (koran) cetak berikut ini, media mana yang pemberitaannya paling baik terkait kasus Lapindo?



Diantara media online berikut, media mana yang paling baik mengulas kasus Lumpur Lapindo?


Meski media-media milik Bakrie Grup terus menerus melakukan pencitraan pada kasus semburan Lumpur Lapindo, dengan mengarahkan penyebab semburan karena bencana alam, hingga menyampaikan kepada publik bahwa masyarakat korban semburan Lumpur Lapindo telah sejahtera dengan ganti rugi yang diberikan oleh Lapindo, tetapi publik yang diwakili oleh responden survey online Satu Dunia menyatakan bahwa sebagian besar tidak percaya dan meragukan informasi tentang kasus Lumpur Lapindo yang diberitakan oleh media massa Bakrie Grup.


Responden pun sebagian besar setuju bahwa kasus semburan Lumpur Lapindo ini bukan sekedar kasus semburan lumpur, tetapi terkait dengan persoalan perijinan tambang di kawasan padat huni dan liberalisasi sektor minyak dan gas bumi di Indonesia.


Bagaimana anda melihat kasus semburan Lumpur Lapindo di Sidoarjo?


Dalam lomba Penulisan Artikel Lima Tahun Kasus Lapindo “KASUS LAPINDO Yang Saya Tahu” yang diikuti oleh 47 peserta dari berbagai daerah, seperti Palembang, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Medan dan beberapa kawasan lain, semua peserta menyampaikan bahwa semburan lumpur di Sidorajo bukanlah bencana alam, tetapi terkait dengan aktivitas pengeboran yang dilakukan oleh Lapindo Brantas.

Dan ini seiring dengan pernyataan yang pernah disampaikan oleh Susilo Bambang Yudoyono (SBY) pada saat Debat Calon Presiden Republik Indonesia putaran pertama, 18 Juni 2009. SBY menyampaikan bahwa Lapindo sebagai penyebab semburan lumpur.



Cheers,
-GJG-

Sumber: media online seperti di link.

Jumat, 01 Maret 2013

ANAKMU IBUKU

Udah Maret aja ya? uummms, tapi ga perlu nunggu September kan untuk ceria, Teh Vina??
*SeptemberCeria*

Skip basa-basi, berikut adalah poin-poin respon terhadap beberapa hal yang saya rasakan sebagai anak.
Jika kalian tak menyukai hal yang saya tulis di sini, sudah seharusnya kalian membuat media kalian sendiri dan menulis pendapat kalian tentang apapun yang kalian suka disana. Jika kalian membenci saya atau apapun yang saya tulis, that's pointless and tak seharusnya kalian mampir disini dan pergunakanlah waktu berharga kalian untuk hal-hal lain yang lebih penting. Sesederhana itu.

-----------------------

Sekarang saya benar-benar yakin sebenarnya anak lebih sering menjadi bukti untuk orangtua mereka kalau mereka adalah manusia yang "baik dan benar" di mata manusia lainnya, juga Tuhan.

Sejak lahir, kebanyakan anak yang lahir disertai keinginan-keingan orangtuanya. Bukan keinginan anak itu sendiri. Keinginan orangtua inilah yang menyertai si anak hingga dia tumbuh besar terlepas apakah keinginan sang anak sendiri akhirnya berhail dicapai atau tidak, keinginan orantua juga mesti tetap harus dipenuhi bagaimanapun caranya.

Saya sempat beradu argumen dengan Ibu saya tahun lalu (maklum saya perantauan, terpisah pulau dengan indungnya). Ga dosa kan kalau sekedar beradu argumen? Saya tidak memukul dan melukai Ibu saya lho. Argumen saya berkaitan tentang kakak perempuan, yang saya panggil dengan istilah mbak (java version). Saya mempunyai dua kakak yaitu Mbak Rika dan Mbak Vitri, tetapi di tulisan ini akan saya samarkan menjadi "Nancy" (dilarang protes, tulisan-tulisan saya kok. hhh...). Alasannya kalau nanti kedua kakak saya yang cantik (menurut suaminya) itu membaca tulisan ini, dia tidak merasa dirinya yang saya tulis disini.

Saya tidak mengerti bagaimana Ibu saya merasa malu kalau Nancy pergi ke pesta yang saat itu adalah pesta natal tidak memakai pakaian yang biasa dikenakan saat menghadiri acara seperti itu. Ibu saya mengeluh mulai dari alas kaki hingga rok yang dikenakan Nancy. Saya tidak habis pikir, bagaimana cara berpakaian Nancy (mengingat Nancy lebih dewasa dari saya) bisa mengakibatkan perasaan risih kepada orang lain.

Saya semakin tidak mengerti, beberapa saat setelah kejadian itu di malam hari Ibu saya mengatakan kalau cara berpakaian saya memalukan dan beliau tidak sangat nyaman dengan piercing yang ada di lidah dan bibir saya. Saya lalu bertanya-tanya pada bulan dan bintang (asiiik banci banget ya kata-kata saya), apakah saya harus mencela potongan dan gaya berpakaian Ibu saya??

Namun sebelum melakukan hal yang sama pada beliau, lalu saya sadar kalau... ...SAYA TIDAK PEDULI! Saya tidak pernah mau peduli potongan rambut atau gaya berpakaian Ibu saya selama beliau merasa nyaman dengan itu semua. Tentu saja bukan berarti tidak sayang dengan beliau, tapi CARA SAYA MENYAYANGI BELIAU BUKAN SEPERTI ITU!
Thats my Mom, saudara-saudara. Ibu saya sesungguhnya adalah figur seorang penyayang anak yang ber-mindset era 1980an jadi ya rada diktator. Mungkin karena Ibu saya hampir 20 tahun menjabat sebagai seorang Kepala Sekolah sehingga beliau bermental pemimpin ala Kepsek. Sifat kepemimpinan inilah yang saya gandrungi dari Ibu saya, beliau selalu memiliki planing unpredictable, kritis, tapi kalau sudah sesuai keinginannya? Buseeet man, inilah yang saya kupas. Lanjuuut ke naskah lagi saudara-saudara yang budiman dan beriman. Hhh... 
Beliau tokoh utama dalam naskah ini.

Saya ingat pembicaraan saya dengan Ibu saya (via telpon) beberapa bulan yang lalu dimana sebenarnya Ibu saya (mungkin termasuk Bapak saya juga) sangat malu pada sanak saudaranya karena Ibu saya merasa tidak mampu mendidik anak-anaknya yang hingga hari ini tidak kunjung mendapatkan pasangan yang seiman. Damn, ya karena kedua kakak perempuan saya bersuamikan non Katolik, sedangkan saya baru saja selesei (baca: putus) dengan kekasih saya yang juga non Katolik. Hhh...! Come on praying for me kawan, semoga segera mendapatkan wanita pendamping yang seiman, ramah, cakep, jenius, anaknya pejabat. Namanya juga ngarep, suka-suka saya dongski ngarep apa aja, apalagi harapan yang terakhir ini: fullbody touch sexy, hhh...

Saya ingin sekali mengatakan kepada orangtua saya, bukankah lebih baik saya dibiarkan tidak dianggap anak lagi daripada menanggung malu orangtua saya seperti itu? Toh saya tidak merasa membuat malu untuk diri saya sendiri hari ini. 

Apakah saya juga butuh orang lain datang dan mengatakan hal itu di depan muka saya? Oh, tidak! Terimakasih banyak. Saya sudah bersyukur hidup dengan keadaan saya hari ini yang sangat jauh lebih beruntung daripada banyak orang di dunia dan saya tidak butuh kritik tidak masuk akal seperti itu.
Kenapa orangtua saya seringkali meminta saya menuruti beliau agar supaya beliau bahagia (katanya)? Mereka bahagia hanya karena saya berpakaian dan melepas segala atribut piercing di tubuh saya, seperti yang beliau inginkan, begitu? Ah, alangkah mudahnya membuat orangtua BAHAGIA! Namun alangkah menyebalkan bagi yang melakukannya. Kenapa tidak bisa kita berdua bahagia tanpa salah satu merasa nyeri? KOMPROMI?
Nggak, saya muak berkompromi, tapi saya senang berdiskusi. Melalui diskusi saya akan mendapatkan maksud dan tujuan dari lawan diskusi (dalam hal ini Ibu saya), serta saya pun mampu mempresentasikan pendapat saya tentang apa yang saya pikirkan bukan yang saya inginkan. Hasil dari diskusi inilah yang saya harapkan, saling mengetahui pendapat masing-masing meskipun berbeda pendapat. Indah sekali. Kita akan merasakan keindahan dari perbedaan selama perbedaan belum dibeda-bedakan.Saling menghargai perbedaan akan menambah wawasan mereka yang merasa beda tanpa membeda-bedakan. Allright.

Hal yang saya alami bukanlah diskusi, tetapi doktrinisasi. Sudah terlalu lama saya mengalaminya! sudah cukup! Sekarang saya hanya ingin mengatakan apa yang saya rasakan di depan muka orangtua saya. Terserah bagaimana beliau menanggapinya. Terserah kalaupun beliau mau memecat saya dari anaknya (tapi tetap saya menganggap Engkaulah yang saya hormati sebagai orangtua)! Bukannya saya tidak peduli, tapi saya peduli. Masalah dengan orangtua rasanya tidak lagi adalah tentang nyali, tapi harga diri, buat saya! Pardon my arrogance.

Masaiya, saya mau dihargai sebatas cara berpakaian? Hina sekali saya, secara saya sudah tumbuh dengan pemikiran yang juga dulu dibimbing oleh beliau dan mampu memiliki keilmuan yang saya peroleh dari sekolah-sekolah saya (yang juga penghasilan dari jerih payah kedua orangtua saya). Maka semua itu akan saya tunjukkan ke orangtua saya bahwasanya hasil bimbinganmu dan hasil Engkau menyekolahkan aku sesungguhnya yang lebih bermakna adalah pola pikir saya yang mampu membuat karakteristik dalam diri saya yaitu resistensi dan konsistensi.

Sesungguhnya saya akan merasa bangga dianggap sebagai anak oleh kedua orangtua saya jika saya dikagumi karena memiliki pola pikir bukan dari penampilan. Pola pikir yang ada di dalam diri sayalah yang akan saya tonjolkan ke orangtua saya. Jujur, saya bukan anak yang cerdas, tidak juga lulus dengan predikat cendekiawan. Tetapi saya merasa memiliki pola pikir yang beda dari anak muda seusia saya lainnya.

Saya merasa cukup dengan orangtua saya yang telah membiayai sekolah saya sampai saat ini, hingga saya memiliki keilmuan dan pola pikir seperti saat ini juga. Cukup beliau membekali saya dengan segudang ilmu melalui sekolah-sekolah. Selanjutnya masalah karier, tidak akan saya berlatarbelakang dari kedua orangtua saya, tetapi dalam penentuan karier tetaaap saya akan meminta restu yang terbaik darimu (wahai orangtuaku), tetapi tolong berikan saya celah untuk bersikap dan menentukannya. Thx my mom and my dad! Kemudian akan saya bekali Engkau di hari tua-mu nanti, supaya engkau tetap tersenyum meskipun anakmu saat ini sedang ganteng maksimal (bacanya sambil kalem ya man).
Karena ini blog pribadi saya bukan portal umum bahkan bukan juga khotbah saya kesejuta umat. Maka menurut saya, jika orangtua tersenyum karena kita menurutinya, maka senyum tersebut tidak akan kekal.
Tetapi buatlah orangtua tersenyum karena pola pikir, itulah yang disebut sebagai perbuatan mulia.
Tidak banyak orang yang mengenal saya, karena saya bukan Taufik Hidayat ataupun Billie Joe Armstrong. Siapa saya dibanding mereka berdua? Gantengan saya kemana-mana, tapi tajiran mereka kemana-mana juga. Hhh...

Para pembaca yang setia, asiiik sok bet serasa banyak yang ngantri pen baca (gaya novelis). Okay kidding aside. Mereka yang nantinya berkenan untuk membaca coretan ini (thx banget), akan yakin saya pasti akan melawan pada orangtua saya untuk banyak hal dalam hidup saya.
SALAH BESAR!!!
Karena selama masih ada satu hal diantara saya dan orangtua saya, maka saya tidak akan punya keinginan cukup besar untuk memenangkan peperangan itu. Buat apa? Saya bukan Tuhan. Happily ever after for my finest parents!


Cheers,
-GJG-