Namaku Mike.
Rasaku mati kemarin sore. Setelah kudapati kekasihku mengobral tubuhnya riang dengan pria lain. Apa yang kulihat, cukup membuat sel otakku membeku, sesak, perih dalam hati.
Yang kutahu, segala yang kupunya. Cinta, kurasa sepenuh hati untuknya. Materi, terlebih lagi berhamburan dalam saku maupun bank. Belum lagi kendaraan yang kumiliki ga begitu banyak orang yang punya, kupesan khusus dari luar negeri.
Tak lupa hadiah yang kuberi tiap hari, khusus untuknya, dari berlian berbentuk cincin yang kupesan dari Paris. Sampai asesoris tubuh dengan merk yang orang lain hanya lihat dimimpi.
Sampai hari ini, yang kurasa hanya kehancuran, pengkhianatan, dan dendam.
Aku terlampau bingung. Masa depanku tak perlu ditanya, cerah, hingga beranak tujuh generasi. Gadis mana menolak bercinta denganku. Apalagi menikah.
Sekarang semua hampa. Apalagi cinta, aku pun terlanjur jijik mengingatnya.
Namaku Rhency.
Baru saja berpisah dengan kekasihku, setelah dia melihatku bergumul mesra dikamar tidurku dengan pria lain. Entah apa yang kupikirkan, adalah warna-warni dari pijak dan langkahku.
Entah apa yang kurasa, adalah kenyamanan. Sejak kumengenalnya, tak pernah kurasakan kenyamanan seperti saat ini. Jiwaku seakan ikut tersenyum, menikmatinya.
Tak pernah kupikir sebelumnya, ada pria lain yang begitu memesonaku:
1. tanpa embel-embel kertas berangka,
2. tanpa label masa depan nyata,
3. tanpa berpikir bertahta harta, dan
4. hidup layak.
Yang kupikir hanya rasa. Yang kupunya hanya cinta. Segala yang ia punya, hanya sekedar harta yang berbicara untuk cinta. Tak ada kata tulus disana.
Sekarang aku punya cinta!!! Tak perduli seperti apa, karena saat ini aku menikmatinya.
Namaku Bob.
Baru saja menjalin kasih dengan seorang wanita, yang telah lama aku tunggu untuk kumiliki seutuhnya. Kemarin sore, saat yang tak disengaja, namun membuatku lega, kekasihnya mendapati kami sedang bergumul mesra dikamarnya.
Aku seorang seniman gila katanya, hidup sederhana, dan kujalani apa adanya.
Yang kupunya hanya usaha membuatnya bahagia, bahagia yang tulus, bahagia atas rasa.
Saat ini, nanti, dan harapanku selamanya, adalah menggenggam hatinya. Menyiraminya hingga berbunga. Terlalu sederhana mungkin. Tapi aku percaya, tiap langkahku, adalah senyumnya.
Namaku Rasa.
Saat ini aku sedang berbunga diatas hati yang baru saja bertautan. Senang rasanya, bisa membuat mereka bahagia. Semoga saja aku tak lekas pergi karena logika. Semoga saja dunia nyata tak lekas membunuhku setelah sebuah kesadaran pikiran sedang menyesal.
Saat ini, betapa indah hati mereka kusirami hingga berbunga. Mungkin akan kucoba mendiami nafas yang terbingkai ini. Semoga seperti apa yang mereka harapkan dan mereka impikan.
Namaku Moral.
Entah apa peranku saat ini. Begitu dilupakan. Begitu murah dijual. Biar saja, toh banyak manusia yang lupa dirikku dengan alasan rasa. Seperti wanita itu, apa ia lupa padaku??? Apa lupa telah mengobral tubuhnya dengan cuma-cuma? Biar saja, mungkin jika memiliki harga, ia tak lebih hanya penjaja tubuh. Ah aku tak perduli…
Atau pria kaya itu? Yang membuatku seakan membanjiri hidupnya, padahal tak sedikitpun aku disentuhnya. Lupakanlah, bahkan pria satunya, sepertinya ia cukup bangga bertelanjang diatas rasa.
Kini biar aku dilupakan, ada rasa disana yang membuatku tak berharga.
Aku akan berdiri di etalase, dan dipajang indah untuk diobral. Tunggu siapa yang hendak membeliku. Biar manusia berpikir, "untuk apa?"
Bagiku, saat yang tepat memilikiku adalah saat mereka telah memiliki dirinya utuh, dan mencoba melangkah untuk hidup dan selanjutnya mati. Biar mereka menjadi dirinya sendiri, tanpa beban, tanpa membebani. Manusia punya cara berbeda untuk memajang atau bahkan menutupiku.
Karena aku hanya fantasi…
Cheers,
-GJG-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar