Kamis, 27 Februari 2014

MEMECAH KENAKALAN

Ada sesuasu (baca: sesuatu) yang layak diterima dari suasu kenakalan:
  1. Kenyataan pahit.
  2. Pengalaman buruk.
  3. Kawan seper-nakal-an. Si kawan-kawan ini ga pernah "gigit", bahkan mereka terus mendukung. Mendukung untuk lebih nakal tentunya. Hhh...
  4. Kita-kita yang nakal ini ga pernah ngeluh. Kalaupun uda sadar/waras, malahan bersyukur. Syukurlah aku ga nakal lagi.
  5. Bersyukur itu upgrade, kalo ngeluh itu downgrade *KataDadi.
  6. Bersyukur pernah nakal, karena upgrade dari nakal ke anak baik.
  7. Kan katanya hidup itu kayak bumi meenn, berputar pada porosnya. Kadang di bawah, bisa jadi tar ngerangkak ke atas.
  8. Anak baik, sholehah, bisa jadi cikal bakal nakal. Kawanku dr seminari malahan jd tokoh masyarakat (dibaca: preman) daerah Badran, Yk.
  9. Ngerasain poin 1, 2, dan 3 itu berat coy. Bapakku pernah bilang kalo di awal berat itu yang jadiin kalian kuat untuk ngadepin hal mudah didepan.
  10. Berulang kali aku sering bilang, JUSTRU YANG MEMBAHAYAKAN ITU TERLAMBAT NAKAL.
  11. "Sudah nikmati aja semua keadaan diri di sini, karena harmoni ini kan selalu berputar." ~ Noin Bullet.
Repost dari tweet-ku.


Cheers,
-GJG-

Rabu, 26 Februari 2014

LAWAN BUDAYA KORUPSI

Yang diperangi sebenarnya bukan koruptor tapi budaya korupsi. Esensi dari kalimat ini sangat jelas ketika kita membasmi suatu hama tanaman, dimana jika terus kita menggunakan pestisida. Maka dampak jangka panjangnya adalah perusakan lingkungan karena jenuh kimiawi dan tambah kebalnya serangga-serangga itu karena tiap serangga mempunyai sistem kekebalan tubuh yang pintar dan terus update. (Info dari mahasiswa Instiper satu kosan).

Begitupun dengan para koruptor yang sedang ramai-ramainya ditangkap saat ini (Sutan Bhatoegana lagi disidang). Efouria kebebasan dan penegakan hukum yang bagus. Sehingga menjadi shock theraphy buat calon-calon koruptor yang laen, tapi tidak menyentuh brain maker dari korupsi sendiri yaitu budaya korupsi.

Karena ada satu paradox argument yang aku sampaikan berkaitan judul diatas bahwa, langkah tersebut musti dibarengi dengan pemberdayaan sistem dan recovery system sehingga akan timbul semacam kesadaraan dalam tiap sosio culture ditingkat masyarakat. Artinya tercipta suatu kesadaran dan paradigma bahwa korupsi itu memalukan.


Aku rasa kesadaran individu itu lebih penting ketimbang kesadaran kolektif atas hukum yang berlaku. Contoh orang akan takut korupsi karena akan dijerat pasal ini, pasal itu bla bla bla. Artinya hukum dibuat untuk menakut-nakuti. Tapi tidak menyentuh esensi dari stimulan budaya korupsi tersebut. Yu kno that? Biarpun puluhan koruptor ditangkap, selama budaya korupsi masih mengakar dalam masyarakat kita. Upaya tersebut akan sia-sia. Karena tidak adanya budaya malu itu tadi.

Oke lagi-lagi masyarakat, yah karena secara tidak sadar masyarakat punya andil besar dalam menyuburkan budaya korupsi itu tadi. Contohnya sangat banyak dan budaya-budaya ini sudah menjadi trend dan rahasia umum.

  1. Teriak basmi para koruptor? tapi kita sering telat masuk kerja.
  2. Teriak basmi koruptor? pungli ada dimana-mana.
  3. Teriak basmi koruptor? jadi PNS harus bayar sekian (eh korupsi atau kolusi ya).
  4. Teriak basmi koruptor? eh malah sibuk ngerumpiin make up nya si Hariati (nama lawasan versi Spyon).
Kesempatan menjadi kaya dengan cara instan dan adanya peluang senjata makan tuan, biar sejuta peluru di muntahkan tetap saja berbalik dan menyerang kita. Ini realita karena kita sering menutup mata dengan hal-hal seperti ini. Mulailah dari diri sendiri. Hal basi tapi punya nilai luhur yang tinggi demi kemajuan bersama.

Kenyataan yang lain juga diperparah dengan perilaku sebagian dari figur masyarakat kita seperti pejabat dan anggota DPR. Karena sudah seharusnya mereka memberikan contoh yang tauladan, eh ini malah memberi contoh yang buruk.
Guru kencing berdiri, murid kencing berlari. Peribahasa yang tepat.
Permasalahan perkorupsian di Indonesia ini sebenarnya merupakan fenomena gunung es dimana sudah belibetnya implikasi dari budaya korupsi itu sehingga untuk memberantasnya bukan cuma memenjarakan satu-dua orang tapi bagaimana membudayakan dan menanamkan semangat ke generasi berikutnya untuk anti korupsi di segala bidang. Heroik emang,  tapi ini merupakan revolusi juga solusi untuk memerangi budaya korupsi tersebut.

Tulisan ini di dedikasikan untuk menyambut pecahnya kebingunganku terhadap studiku. Merdeka!!!


Cheers,
-GJG-

LIPUTAN INDIE DARI PELAKU INDIE

Hujan mengguyur deras kampus UI, Depok. Mike "Marjinal" berjalan bergegas melewati kantin dan koridor bersama Bob Oi, Haska, dan Umam. Mereka basah kuyup. Sesekali Mike memeriksa telepon selulernya. Panitia Artcademi 2014 mengundangnya sebagai pembicara diskusi Indie vs Major yang diselenggarakan ikatan alumni Fakultas Ilmu-ilmu Sosial UI, 11 Februari yang lalu.

Ketika saya memasuki ruang diskusi yang panas, tampak Wendi Putranto atau yang dikenal dengan WenzRawk (thx freepass-nya), pengamat musik sekaligus kolumnis majalah The Rolling Stone Indonesia nampak dengan bersemangat melontarkan argumen-argumennya, di sebelahnya duduk, Andien seorang penyanyi yang mewakili major label. Sedangkan pembicara yang mewakili musisi indie, Mike, tergopoh-gopoh masuk ruangan melepas jaketnya yang basah kuyup.

Andien nampak acuh tak acuh mendengar olaborasi Wendi. Ketika mendapat giliran bicara, ia hanya memberi komentar singkat bahwa musik yang diciptakan hanya untuk menghibur orang, sedangkan untuk urusan bisnis ia mempercayakan kepada label (industri rekaman) yang mengatur jadual rekaman, penjualan, promosi, konser, dan royalti.

Sedangkan Mike dan Wendi menyoroti musik sebagai bagian dari budaya perlawanan (counter culture) di Indonesia masih terhitung muda dan masih mencari entitas ditengah pusaran gelombang industri musik (major label) yang cenderung menyeragamkan. Para musisi indie label sebagai pelaku aktif harus bertahan dan dituntut lebih kreatif dalam berkarya sekaligus membangun infrastruktur baru agar musik diapreasiasi publik lebih luas sebagai media penyadaran.

Band-band yang kini tumbuh bagaikan jamur di musim hujan dalam perkembangannya harus takluk pada kemauan industri musik (label). Kondisi ini, menurut Wendi Putranto, menghambat kreatifitas. Label hanya bertolak dari bisnis semata, memaksakan musisi untuk membuat musik seperti yang dihasilkan band-band yang telah laku di pasaran. Fenomena ini cenderung memotong kreatifitas musisi. “Dari dulu kita selalu disodori lagu-lagu cinta yang itu-itu juga, yang cenderung seragam secara tema. Tidak ada musisi yang membicarakan cinta dari sudut pandang, angle yang lain. Ini menghambat kreatifitas, karena semua telah ditentukan label,” ujar Wendi dengan nada tinggi. Label seperti enggan melihat perkembangan pada scene musik. Kesenjangan ini melahirkan gerakan indie label. Selain mencipta musik, para musisi juga membangun infrastruktur sendiri. Dari masalah rekaman (recording), produksi album dan jaringan distribusi melalui distro-distro.

Munculnya gerakan indie label, menurut Mike, adalah sebuah reaksi keras terhadap industri musik (major label) yang totaliter, mengabaikan kreatifitas dan perkembangan di akar rumput. Kelahiran band punk rock seperti Sex Pistols di UK misalnya, awalnya dianggap aneh dan menyimpang oleh major label. Tetapi akhirnya major label mengerti karena punk rock sebagai genre musik mempunyai pengaruh yang besar sehingga melahirkan sub-genre musik lainnya.
“Masalahnya, major label di sini tidak mau tahu dengan perkembangan kreatifitas pelaku musik di Indonesia. Namun publik yang cerdas mencari akses sendiri melalui komunitas,” ujar Mike yang telah 18 tahun membangun band Marjinal dan Komunitas Taringbabi di Setu Babakan, Jaksel.
Selama 18 tahun Marjinal telah merilis enam album yang dikerjakan secara indie dengan distribusi di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, Sulawesi, Kalimantan, hingga Papua. “Awalnya, kita tidak menduga Marjinal bisa didengar orang sampai di sebuah pulau terpencil seperti Pulau Siladen di Sulawesi Utara. Ini semua berkat bantuan kawan-kawan, dari tangan ke tangan sehingga musik kita bisa didengar dan diapresiasi sampai seluruh pelosok Indonesia,” tambah Mike yang kini sedang dalam proses recording album ke lima Marjinal.

Dari sekian banyak band punk rock yang ada, menurut Wendi, Marjinal mempunyai kekuatan pada musik yang berpadu dengan lirik yang menggugah kesadaran politik publik. Wendi menambahkan, banyak band punk rock di Indonesia mengabaikan kekuatan lirik dan tidak becus dalam menggarap musik.

Demikianlah butir-butir pemikiran dalam diskusi yang dihadiri sekitar 100-an mahasiswa. Di luar, hujan mulai reda. Jalanan meruapkan bau tanah. Sekian.


Cheers,
-GJG-

Senin, 17 Februari 2014

PDD (Publikasi, Desain, & Dokumentasi)

Saya sebagai engineer (jaman dulu insinyur) adalah campuran kacau dari bahan-bahan: (1) punx, (2) skateboarding, (3) coal explorationist, serta ditambah setumpuk gaya-gaya visual lain (PDD) yang saya arsipkan secara ga sadar di tembok kamar. Kemudian bisa tumpah dengan formula yang berbeda-beda di setiap pamflet bahkan desain parTAI kecil-kecilan semacam order tahunan di kampus terkadang ngebantu publikasi event musik milik kawan.

Saya ga berhenti di satu ruang nyaman gaya visual berupa graphic design, saya bergerak terus. Saya suka hal baru, terkadang juga suka banyak hal kuno yang tiba-tiba jadi baru karena diabaikan kebanyakan.

Lalu apa namanya?
Kalau saya menyebut suatu istilah untuk menyimpulkannya, saya pikir saya akan sempit terhadap apa yang saya alami sendiri. Apalah itu!!! Tapi dari banyak sisi, termasuk di konteks ini, saya adalah STRAIGHT EDGE sejati, tapi amatiran.

Nah, kenapa jadi terbelit-belit gini ya? Atau barangkali kawan-kawan ada yang mau meminjamkan blender? Masukkan saja semua bahan mentah tadi, tekan tombolnya dikecepatan sedang, ga usah diberi pemanis! Setelah cukup halus kita cicipi bersama apa rasanya. Itu mungkin nama tirani saya.

Ah, masih aja ribet. Saya ga tau ah, dan ga terlalu penting juga buat saya. (memecah kebingungan).

Pada ga ngerti kan saya yang mana? Sama, saya juga ga tau. -1995-

Ini motor tercepat se Pulau Bunyu kala itu. Dapetin motor ini kudu belajar rajin, wajib les, dan nabung. Karena saya dibesarkan dan dididik tidak dengan sistem manja. Alhasil tabungan masih 100k uda datang aja nih motor. -2002-

Bersama mbak Rika. Si Join yang muda, beda, dan berbahaya. -2002-

Perhatian, ini habis mandi woy bukan rebonding yak.
Biarpun kameranya VGA tapi saya uda piercing-an dong. -2003-

Berasa foto bareng Alvaro Recoba lho ini. Perhatikan deh tendangan kaki kirinya. Sedari dulu juga saya sudah interisti. -2004-

Jaman segini saya dan kawan-kawan dekat maenannya ke museum dong, anak cerdas. -2005-

Bupuh Sri, Vitri, dan Join. Kakak saya yang ke-2 wisuda farmasi. -2005-

Aldo Bacot, Dika (freak ballers), dan Join. Paling pada ga ada yang berani pose kek gini.
OLDSKULL. -2005-

Sudah ada judulnya. -2005-

Greg dan Join, sewaktu lagi makan di sekitar Timoho dengan menu sehat. Minggir saya pakai baju QZR (Qita Zhuka Rusuh), cah gangster kii. -2005-

Abeng, Join, dan Rocky di CK Trunojoyo-Bdg. -2005-

Aldo Bacot, Michael Bodok, Dirt-man, Join. Jamannya mem[unyai pemikiran mabuk adalah hak punkrockers. -2005-

Mampuuuusss, rupamu Jooo. -2006-

Bersama Abeng yang berperan sebagai bencong kelas babi. -2006-

Event Viva La Balkot seri A, -sekitaran 2006/2007-

50-50 grind, open class. -2006/2007-

Rocky Swagel, Join, Michael Bodok, Leo SA-punx, Aldo Bacot. Saya perkenalkan: (1) Rocky, pemuda asal Medan, punya idealisme yang luar binasa, dengannya saya semakin yakin untuk semangat punk. (2) Michael, kondisi saat ini sedang gundah gulana di Jaksel sana, info terakhir ke Bali menghabiskan 15 jt karena kegelisahannya. (3) Leo, punkrockers dari Stupid Again, kalem tapi mematikan, cepat sembuh kawan! (4) Aldo, bacotnya gede, kocak mampus, sedang menjadi tokoh di Ruteng (Flores), #AldoForPresiden #PresidenCabeRegionalDepokBekasi.

ACC (aksi corat-coret). Perhatikan pergelangan saya, masih melingkar gelang besi, karet, dll yang menjadi asesoris punkrockers. Saat awal kuliah saya masih make asesoris itu, teman seangkatan mahasiswa baru (Dita dan Ayu) agak takut melihat saya, katanya saya rusak “medheni”. -2007-

Tangerang, Depok, Bekasi, Pontianak, Bontang, Medan kesemuanya adalah babi yang menyatukan kami untuk menjadi bangsat. Kami sudah lulus. -2007-

Sewaktu belum mengenal paham STRAIGHT EDGE (baca klik). -2007-

Matte Suck, Combie Sampah, Go Join Go (kawan 2007). Sempat berangan-angan ingin seperti Alkaline Trio atau minimal The Police. -2007-

Saya yang botak, Hhh… Natal bersama kerabat dari UK. Pertama kalinya Natal tidak dengan keluarga di Kaltim, tuntutan ilmu saat itu.

Rupamu Jooo…

Gedung Pusat (GP) UGM. -2007-

Yoi ACC (aksi corat-coret) paskah geologi. -2007-

Fieldtrip persiapan PDKG, jaman-jamannya masih di endorse Juice Ematic (tapi cuma 4 bulan, faaak). -2008-

Yuko, Agus, Join, Rydha, Andar saat hunting tempat makrab. -2008-

Kicong, lupa namanya, Join, Lenny, Frans, dan Zaenal (RIP), kesemuanya Dekil and the kumell sewaktu pengamatan lapangan batuan beku Bayat. -2008-

Bengbeng, Join, Reza, Gibe (atas), Yuko, Becuki. Kaliurang remang-remang golek blab la bla. -2008-

Rupamu Jooo part 2. -2008-

Ewi, Om Epi, Ga tau, Join. -2008-

The flying dutchman. -2008-

Multi (suhu petro), Roy bukan Jeconiah, Join, dan Zaky. Jaman segitu saya uda pakai celana army (wajib milier kaleus). -2008-

Iya kalik biar dikata skinhead. -2008-

Anak Bunyu: Rydha, Esti, Lenny, Guruh, Nissa, Join.

Cekakan seakan kami bangga menjadi anak pulau karena hidupnya selau ga pernah galau.

#TampangManisManja panggil saja Guruh (bukan nama samaran). Nyaris hingga saat ini ga sadar kapan mulai berkenalan dengan dia. TK-SD satu sekolah meskipun berbeda kelas, namun kami selalu melempar tai. Sempat terpisah di SMP-SMA tapi kami disatukan lagi saat kuliah hingga di Pascasarjana pun kami bersatu. Kalo ga salah dia sedang ngetes webcam yang jaman dulu sangat nangka eeeh langka. -2008-

Panitia seminar nasional mitigasi bencana, saya lagi minum. -2008-

Itu sungai, iya tau keleeuus. Saat ekskursi geomorfologi. -2008-

Anggi, Moses, Risma, Yokim, Ayu, Abdi, dan Join, kesemuanya adalah Anak Bunyu berwisata ke Pantai Baron. -2009-

Jose, Join, Frans, dan Feri di Kyai Langgeng Magelang. -2009-

Dipercaya oleh teman seangkatan untuk memprakarsai closing ceremony Earth Day 2009, sebisa mungkin membawa nama harum Jurusan Teknik Geologi.

Diliput majalah skateboard tingkat asia tenggara, fenomena.

Review tentang Go Skate Go Green, thx Happen Magz. -2009-

Monkey Business, yang me-rocka-rockabilly kan Audit UPN. -2009- 

Audience, apapun kostumnya. -2009-

Lirik ini saya ajukan kesemua guest star untuk dibawakan sesuai karakter masing-masing band, kemudian di”tuku” ESmanajemen dan masuk di album ke 4. Celotehan kawan-kawan, saya mengadopsi anggaran, memang benar dan itu untuk kinerja kawan-kawan semua. Ngebahas ini ada cerita gokil, Geps diserahi jobdis untuk mencari pawang. Sampai malam H-1 belum ada kepastian, saat paginya (hari H) panas terik dan kecil kemungkinan untuk terjadinya hujan, baru Geps meminta dana untuk DP pawang, sekali lagi DP. Emang pawang bisa di DP ya, rancu. Hhh… Ga masalah yang penting event kita sukses Peng! Itulah yang namanya “nyeni”. Setelah event ini saya berlibur tapi hasil dari komisi/royalti yang diberikan ESmanajemen untuk lagu ini. Clear!

Pernah gondrong dooong! -2009-

Malamnya Yk di Nol-kilometer, menemani Fransisca Octora dan beberapa kawan dr Jkt lainnya yang sedang menjenguk saya (katanya). -2009-

Dijual fingerboard-park, obstacle lengkap (rail, bowl, etc). -2009-
Fingerboard team Yk, setelah event di Slackers. -2009-

Teman-teman 2007 Teknik Geologi UPN. -2009-

Desain t-shirt untuk acara paskah bersama. -2009-

Stiker untuk paskah bersama. -2009-

Entah kenapa saya bisa dipercaya jadi koordinator PDD PLG. Apa karena saya berada dilingkaran itu? Ya gitulah hidup harus kudu mampu merangkul semua kalangan. -2009-

Desain t-shirt peserta PLG. -2009-

Co-card PLG. -2009-

Sertifikat PLG. -2009-

Guruh, Join, dan Petra sehabis nonton gig Marjinal kalau ga salah. -2009-

Spot di Tenggarong (Kaltim), aduh lupa nama park-nya. Pokoknya ditepian Mahakam. -2009-

Samarinda skateboarding, bersama anak-anak Kaos Kutang (punk rockers Samarinda). -2009-

Join yang dulu bukanlah yang sekarang. -2009-

Team rafting di Sungai Elo. Bowo, Ipank, Uya, Nene, dan Join. -2010-

Backdrop Seminar KPC. -2009-

Bersama anaknya Doktor Andang Bachtiar saat fieldtrip di Pacitan. -2010-

Desain t-shirt fieldrtrip. -2010-

Desain blocknote fieldtrip. -2010-

Pondok tempat saya meng-crooot-kan karya. Semua orderan saya wujudkan di pondok ini, bahkan hingga sekarang beberapa garapan ElectroHell yang dipercayakan ke saya juga dicetak di pondok ini.

Gathering old friends. Join, Aldo Bacot, Leo SA-punx. -2010-

Gathering old friends. Leo SA-punx, Michael Bodok, Bayu si gigi ompong, Aldo Bacot, dan Join di kamarku dong. 

Coco, Genx, Benu (maen tembak-tembakkan), Syamsi, Nita, Aida, Adnan, Join, Afgan. Saat praktikum hidrologi mengukur debit sungai. -2010-

Dropshot, ini bakat dari orangtua bukan hobi. Miring-miring kayak film Ariel & Cu Tari. -2010-

Mendaki gunung lewati lembah. -2010-

Pendekar, saat Kuliah Lapangan Kebumen. -2010-

Sowan kerumah papa. Ketawa dong. -2010-

Bli Made, Vian, Mas Budi, Join saat eksplorasi batubara di Bengkulu. Bli Made adalah suhu yang memberi ilmu keruangan langkah-langkah di singkapan batubara. -2010-

Mengukur tebal lapisan batubara, Banjarbaru, Kalsel. -2010-

Selfie dengan Maruli di camp saat survey gas bumi di Palembang. -2010-

Tembok kamar sebagai arsip bahan-bahan desain saya, kesemuanya adalah bentuk publikasi yang saya datangi event-nya. -2010-

Nyebrang ringroad, parkir motor di seberang, cuman beli gorengan doang ke seberang. -2010-


Begitu banyak gambar (kalau sudah tercetak baru namanya foto) tersimpan di cakram keras (baca: hardisk) di macbook saya, menunggu untuk diumbar di blog ini. Seperti membongkar kotak memori, dan serta merta ruh dari gambar, tulisan, ataupun coretan-coretan saya berterbangan memenuhi ruangan. Ijinkan saya membagi polah/tingkah saya di artikel PDD ini, dan apa saja yang pernah terekam. Seperti Jimi Multahzam bilang, semua terekam tak pernah mati.

Saya mulai dengan artikel PDD, ini adalah Tevan, Join, hingga Go Join Go (disingkat GJG) yang menyelinap dibalik nama resmi Stev. Nalendra Jati. Adalah sebuah nama yang sejatinya akan selalu saya rahasiakan disaat kenakalan saya mulai memuncak dan sembari mulai saya perkenalkan seketika kedewasaan saya mau menghampiri. Cukup horor tapi setidaknya, gambar di artikel PDD ini tanpa barikade, dan kalwan-kawan sangat mengenalnya. 

Hoeeeeekkkkkk, begitulah saya ketika datang waktu mengenang. Selamat muntah :)) 

Sepenting apa dokumentasi pada artikel PDD ini? 
Sepenting gary untuk spongebob. Kalau ga ada olah visual sebagai dokumentasi, blog ini jadi ga lucu :D. Ada juga gambar lain di akun instagram saya (klik disini). 


Cheers
-GJG-