Sabtu, 24 Agustus 2013

DOCTORS MADE IN INDONESIA

Susu si Nila yang segede belanga rusak karena titik-titik. Kata terpatah.

Tanpa bermaksud merendahkan pelawak atau mengagung-agungkan skateboarders, lebih baik minta pendapat mereka (pelawak dan skateboarders) ketimbang ke Profesor Doktor di Indonesia yang ga lagi pernah buat penelitian dasar.

Doktor ibarat SIM. Meneliti ibarat mengemudi. Doktor yang ga pernah meneliti lagi, sama aja kayak punya SIM tapi ga pernah nyetir.

Dari pengalaman hidupku, akal sehat pelawak dan skateboarders jauh lebih sip ketimbang akal sehat Doktor yang ga pernah neliti lagi.

Harusnya disertasi adalah karya awal atau inisiasi Doktor untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Tapi ga jarang di Indonesia disertasi adalah karya terakhir Doktor.

Skateboarders ga perlu minder sama Doktor di Indonesia yang sudah ga bikin penelitian dasar lagi. Mereka juga awam seperti kalian!!!

Mestinya Prof dan Doktor yang ngomong di media massa, pendapatnya atas dasar penelitian mutakhirnya. Bukan atas dasar akal sehat semata. Akal sehat urusan awam.

Cek sendiri. Benarkah banyak Doktor pengin jadi Profesor dengan berbagai cara agar dapat tunjangan negara sampai 15 jutaan per bulan???

Hati kecil ingin usul ke wartawan yang mewawancarai Doktor tentang suatu topik, tanya dulu apa penelitian terakhirnya tentang topik itu dan kapan? Jangan-jangan sudah 15 tahun yang lalu ketika dia meraih gelar Doktor.

Aku juga usul kalau kita semua baca paper Profesor di Indonesia, bilang, “Saya salut kutipan dan daftar pustaka Prof. Begitu banyak. Begitu lengkap. Tapi maaf, mana pendapat Prof sendiri di paper ini?”
Sekian.


Salam,
-GJG-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar