Ga tau siapa yang bilang ini:
"Semua sekadar menjalani takdir. Ada yang ditakdirkan pasrah. Ada yang ditakdirkan berusaha. Ada juga yang ditakdirkan untuk tidak percaya bahwa semua sekedar menjalani takdir." - Sumber tidak diketahui.
Untuk mempelajari naskah penulis skenario, perlu bakat. Untuk mempelajari naskah Tuhan, perlu iman.
Sedih dipanggung adalah akting karena kamu itu based on script. Sedih dikehidupan harusnya juga akting karena kamu tahu itu naskah Tuhan.
Naskah sutradara kita tahu di depan, naskah Tuhan kita tahu di belakang.
Panggung dan kehidupan sehari-hari sesungguhnya ga jauh beda kok. Pemain drama panggung sudah baca naskah sebelumnya, pemain drama kehidupan belum bisa baca naskah. Ia hanya yakin bahwa naskah itu sudah ada.
Kita berakting sedih merespons kegagalan karena tahu bahwa kegagalan itu sudah takdir, tapi akting bukan pretending. kalau kamu masih mengartikan akting dengan pretending, maka kita belum bisa ngomong soal takdir.
Jadi, dalam soal takdir ini sekarang terserah kamu, mau meghayati secara kaum punkrock apa secara orang umum...hhh...
Dalam konteks bahwa "semua akan berlangsung pada garis takdir" itulah sebenarnya Pastor minggu kemarin saat khotbah bilang, "Kita itu seumur hidup hanya akting, beraktinglah sebaik mungkin supaya bisa di terima oleh sutradara kehidupan (Tuhan YME)." Paham kan kawan??
Kenapa sedihnya orang yang beriman beda sama sedihnya orang sembarangan? Orang beriman kalau sedih cuma akting agar pantes karena tahu itu sudah takdir...!!!
Oh gitu yaa? Iya, itulah segelintir yang ada pemikiranku.
Jika adik/kakakmu ga naik kelas, kamu ngerti bahwa itu sudah takdir, tapi masa' tampangmu ga sedih? Masa' malah cekakan?
Kalau di event musik kamu ketemu mantan waktu kecil 10 tahunan lalu, masa' kamu gak "Hai...apa kabar?" Walau kamu tahu pertemuan itu sudah takdir?
Kresna (dalam kisah perwayangan) itu ngerti sak durunge winarah atau ngerti hal-hal yang akan terjadi, tapi dia tetap seolah-olah kaget atau marah atau nangis kalau suatu hal itu terjadi.
Matamu adalah takdirmu. Soal mau kamu perindah dengan eyeliner atau eyeshadow atau maskara dll, itu soal nasibmu.
Di berbagai kesempatan aku selalu mengulang-ulang pernyataan ini:
Menikah itu soal nasib, mencintai itu soal takdir.
Kamu bisa berencana menikah dengan siapa, tapi ga bisa kamu rencanakan cintamu buat siapa. Takdirku saat ini mencintai Maya Listya (ML).
Setiap aku menghantar pulang ML, pada akhirnya aku berkaca-kaca. Karena kalau aku ga menunjukkan gejala sedih hal itu tampak ga wajar di depan wanita yang aku cintai. Semula aku ga sedih ketika sampai di depan rumah sang pacar. Buat apa sedih? Toh semuanya sudah ditakdirkan, untuk ada pertemuan berikutnya. Bagaimana dengan rindu/kangen? Kita bahas berikutnya saja, say mau weekend-an dulu, atau bahasa galaunya malming-an. Hmmm...
Oke kawan, janganlah gelisah, gundah gulana, cemas dsb. Kuat!!!
Ada kesempatan hadapilah, saat mati maka matilah. Ini dan itu dari Tuhan yang sudah dinaskahkan, kita yang usaha jalani naskah. Have a nice weekend.
Cheers,
-GJG-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar