Di mata saya, salah satu karakteristik yang membuat Dr. Ir. Bambang Kuncoro, MT (panggil saja BK) bisa begitu sukses dalam kariernya adalah ia sangat membenci kesalahan.
Saya mengenal baik sosok BK setelah berlatih dan bekerja di bawah arahannya di penelitian berbeda: batubara, bijih dan pasir besi, bahkan bencana geologi oleh Kementerian PU.
"Ketika salah, beliau tak bisa menerimanya. Beliau tak bisa hidup dengan kesalahan dan Anda bisa merasakan itu dalam dirinya," kata GJG, yang kini sedang bahagia mendekati 30 Agustus, kepada Daily Mail. Hhh… Kidding guys.
"Sepulang dari lapangan ketika saya menampilkan data yang sangat minim atau terbatas, keesokannya akan menjadi hari yang buruk untuk bekerja dengannya. Beliau tak banyak berbicara tapi ketika melakukannya, beliau harus mengkritik dan mengatakan apa yang dipikirkannya tentang keterbatasan data saya. Beliau membuat saya merasa mesti berkembang." Ini yang saya alami dalam penanganan pekerjaan Analisa Risiko Bencana Terhadap Jalan Nasional Lintas Barat Sulawesi, Pulau Timor, dan Pulau Flores. Ketika itu menghimpun data kondisi sosial yang sangat-sangat minim saya dapat. Beliau membangkitkan gairah saya bahwa sebagai peneliti harus berfikir cepat dan kritis terhadap penghimpunan data.
Terkadang beliau mengkritik saya di depan tim, tapi di lain waktu beliau mengatakannya kepada saya sendiri. Tapi beliau hanya mengatakan apa yang dipikirkan, yang dilihatnya, dan apa yang menurutnya benar. Beliau tak mengatakannya untuk menyalahkan saya, tapi untuk membantu saya.
Saya ga pernah memasukkannya ke dalam hati. Saya juga bisa menyampaikan pendapat saya kepadanya, dan beliau akan menghormati itu.
Bagi saya yang membuatnya sangat spesial adalah detail yang diterapkan dalam penelitiannya. Beliau ingin setiap personil timnya mampu berkembang di bawah arahannya, tapi di atas segalanya beliau ingin sukses. Saya telah ikut membantu men-sukses-kan sangat banyak penelitian bersama-sama.
Peneliti senior dibilang sukses apabila ditentukan dari sikap dan karakter. Keduanya ada di Pak BK.
Saya menulis artikel tentang Doktor BK ini bukan karena saya anak didiknya yang masih bertahan, bukan juga karena saya selalu dipuji-puji. Sesungguhnya karena saya telah dimarahi, disemprot, diocehin yang bersifat konstruktif (membangun), dibimbing, dilatih mental, serta diajarkan bagaimana menjalin hubungan dan komunikasi dengan orang besar.
Sewaktu saya menjadi mahasiswa bimbingannya. Saat konsultasi saya merasa skripsi saya dikuliti habis-habisan (dibantai kalau bahasa awamnya). Tetapi otak kecil saya berfikir beliau benar-benar menghargai skripsi yang saya buat karena beliau bersedia meluangkan waktu untuk mengecek perhalaman dan perlembar peta. Banyak sekali koreksi yang dicatatnya untuk segera saya perbaiki, sehingga akan menambah pekerjaan saya lagi dikos. Tidak masalah, itu semua akan meningkatkan kualitas skripsi yang saya buat waktu itu.
Jenuh jelas, kawan-kawan saya hanya 3-4 kali konsultasi dengan pembimbingnya langsung sudah mendapatkan acc (persetujuan untuk maju). Apakah saya iri? Iya.
Pernyataan yang menguatkan saya waktu itu adalah: “Lebih baik berlumur darah saat latihan, daripada gagal di medan perang.” Lebih baik saya dibantai saat konsultasi (dimana hanya saya, beliau, dan Tuhan yang tahu), daripada dibantai saat presentasi kolokium bahkan sampai ga lulus.
Beliau paling anti dengan mahasiswa bimbingannya yang gagal, beliau berharap besar supaya mahasiswanya mendapatkan nilai skripsi A. Mulia sekali, karena ga hanya mahasiswa yang banting tulang tapi beliau juga ikut berpartispasi untuk membimbing, ngecek, dan koreksi demi kesuksesan bersama.
Percakapan berikut ini sekitar 7 bulan lalu. Sepulang dari lapangan pasir besi Kulonprogo, di mobil beliau bercerita
“Saya ini guru lho Stev. dan tenaga pengajar di UPN.” Ucap beliau tiba-tiba.
“Lha yaiya Pak.” Saya menjawab dengan nada bingung serta bergumam dalam hati, rendah hati sekali meskipun statusnya dosen tapi beliau menyebutnya guru dan dihaluskan dengan tenaga didik lagi.
“Saya akan lebih senang kalau mahasiswa datang kepada saya untuk dibimbing atau berdiskusi tentang keilmuan, teori, serta dimintai pendapat dari masalah perkuliahan.” Jawabnya.
“Oooo…oohh.” Singkat saya.
“Ya kemarin ada anak 2009 datang ke ruangan saya minta dikasih kesempatan untuk diajak proyek, waaah saya langsung kaget. Sebenarnya saya agak kecewa karena saya selalu memposisikan diri saya ini sebagai guru dengan tugas utama adalah mendidik dan mencerdaskan yang mau dididik dan yang mau dicerdaskan. Bukan malah mempekerjakan mahasiswa karena saya ga sanggup untuk menggaji mahasiswa calon geologist.” Bebernya yang setipe dengan curhat.
“Iya Pak, banyak juga yang cerita ke saya pengen ikut survey-survey untuk nambah pengalaman.”
“Saya bukan pilih-pilih, harus bimbingan saya yang ikut proyek, bukan, bukan seperti itu. Jadi seperti Stev. dan kawan-kawan lain yang sering saya ajak untuk jalan-jalan ke lapangan, itu sebagai ucapan terimakasih dari saya karena kalian sudah nganggap saya sebagai guru dan mau dibimbing oleh saya. Saya serius dan keras dalam membimbing supaya kalian mampu melatih karakter kalian.” Tambahnya untuk menjelaskan opini, sekaligus mengakhiri perbincangan.
Artikel ini bukan berwujud biografi dan ga juga bermaksud untuk meng-agung-agung-kan Doktor BK. Tetapi semua yang saya ceritakan ini adalah sebagian tipis dari apa yang saya rasakan selama hampir 3 tahun berinteraksi dengan beliau.
Beliau bukan dewa. Beliau juga punya kelemahan, dan kelemahan beliau itu yang selalu saya pelajari.
Saya salah satu orang yang ga percaya kalau manusia itu sempurna. Makanya orang-orang yang saya kagumi selalu saya cari kelemahannya. Bukan apa-gimana, ya tapi untuk saya pahami. Kalau memang ada celah dan saya mampu untuk masuk maka saya akan berusaha melengkapi dan menutupi kekurangan mereka orang-orang yang saya kagumi. Jadi kehadiranku ada artinya dan begitu kerasa. *PRINSIP*
Nah si Doktor ini lemah di beberapa software geologi. Saya dulu sampai ikutan kursus software supaya bisa masuk ke ruang lingkup si Doktor itu. Saya berfikir kalau saya masuk melalui kelebihannya. Contoh mengenai hal batubara, sama saja saya seperti menantangnya, jujur ga sanggup saya menandinginya selain saya kurang pengalaman saya juga harus belajar sampai S3 dong. Gila… Tapi dengan prinsip, saya berhasil masuk, disitu saya belajar dari segala kelebihan-kelebihannya. Cara transfer ilmunya yang mudah dipahami maka banyak hal yang saya raih dari keilmuan, karakter, sampai manajerial. Tks.
Salam,
-GJG-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar